Kejati Jateng Gelar Operasi Yustisi Obat
SEMARANG, ZONAPASAR.COM – Kelangkaan obat Covid di pasaran menimbulkan keprihatinan jajaran Kejaksaan Tinggi Jateng. Untuk menstabilkan ketersediaan dan harga obat yang terjangkau masyarakat, Kejati Jateng mendukung kebijakan pemerintah untuk melakukan operasi yustisi dan pengawasan obat dari ulah oknum distributor nakal.
“Kejaksaan Jateng mendukung penuh operasi yustisi, dan pengawasan HET (harga eceran tertinggi) obat maupun penimbunan obat yang berkaitan dengan kelangkaan obat Covid di Jawa Tengah, dalam rangka mendukung PPKM Darurat,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jateng Priyanto SH MH, di Semarang, Senin (19/7).
Menurut Priyanto, obat Covid yang ada di sejumlah apotik dan toko obat secara umum stoknya kini mulai menipis, bahkan ada yang kosong. Dari hasil pengawasan dan pengecekan HET obat di beberapa apotik, toko obat, Perusahaan Besar Farmasi (PBF) dan Ikatan Apotik Indonesia (IAI) diketahui sejumlah stok obat Covid mulai menipis, sehingga perlu pasokan lagi dari distributor obat.
Stok obat Covid yang menipis atau kosong antara lain : Favipiravir 200mg tablet, Remdevisir 100mg injeksi, Oseltamivir 75mg Kapsul, Intravenous Immunoglobulin 5% 50ml infus, Intravenous Immunoglobulin 10% 25ml infus, Intravenous Immunoglobulin 10% 50ml infus, Ivermectin 12mg tablet, Tocilzumab 400mg/20ml infus, Tocilzumab 80mg/4ml infus, Azithromycin 500mg tablet, Azithromycin 500mg infus, Zegavit multivitamin, Zink, Suplemen imbost dan Paracetamol.
Kajati Jateng mengatakan operasi yustisi dan pengawasan terhadap stok obat Covid perlu dilakukan guna mengetahui permasalahan yang terjadi di lapangan.
Di antaranya, lanjut dia, apakah harga jual obat sudah sesuai dengan HET dari Menkes maupun dari HET Pabrikan seperti Kimia Farma. Apakah ada indikasi obat Covid dimonopli oleh perushaan obat/apotek besar, sehingga apotek lain tidak dapat pasokan, dan kekosongan obat apakah akibat aksi borong untuk dijual secara on line.
Priyanto memaparkan dari hasil pengawasan dan pengecekan di lapangan oleh jajaran Kejati Jateng dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertama, HET obat yang dikeluarkan berdasarkan Kep.Menteri Kesehatan No. HK.01.07/Menkes/4826/2021 Tgl. 2 Juli 2021 dengan HET yang dikeluarkan pabrikan seperti Kimia Farma jauh tinggi. Dicontohkan, untuk HET obat Azithromycin 500 mg tablet sesuai Menkes Rp 1.700/tablet, tapi HET pabrikan Kimia Farma sebesar Rp 15.400/ tablet ( Rp 308.000 per-20 tablet), sehingga terjadi kelangkaan dan Apotik tidak berani menjual ke masyarakat karena dianggap menggelembungkan/mark up harga obat.
“Saya harapkan untuk HET obat agar dapat disesuaikan dengan harga pasar, sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat,” pintanya.
Kedua, sambung dia, kekosongan obat yang terjadi akhir-akhir ini lantaran adanya aksi borong oleh oknum untuk dijual secara on line. Dengan adanya aksi ini, otomatis obat Covid menjadi langkah di pasaran, sehingga oknum tersebut bisa menjual dengan harga tinggi demi meraup keuntungan pribadi.
“Yang ketiga, adanya indikasi obat-obat Covid dimonopoli oleh pabrikan/apotek besar, sehingga apotek lain yang ada di kabupaten tidak dapat pasokan,” jelasnya.
Selain mendukung penuh operasi yustisi yang dilakukan tim gabungan, Priyanto meminta tim yustisi agar tidak cuma menyasar opotek saja, tapi mengawasi dan menelusuri alur distribusi penjualan obat secara ketat, mulai dari pabrikan atau perusahaan besar farmasi hingga ke apotek.
“Penjualan obat Covid oleh perusahaan besar Farmasi perlu diawasi ketat. Jangan sampai ada oknum tidak bertanggung jawab bisa membeli obat dalam partai besar tanpa keterangan yang jelas, sekadar dijual secara online, ” tutupnya.(zav)