Berburu Pisang Plenet, Kuliner Khas Semarang yang Mulai Langka
SEMARANG – Seorang pria paruh baya tampak asik membolak balikkan beberapa potong pisang di atas tungku panggangannya. Hanya butuh waktu sekitar satu menit saja, satu persatu buah pisang yang telah berubah warna menjadi coklat kehitaman diangkatnya.
Pada tiap-tiap biji diletakkan di plastik bening segi empat memanjang. Pria itu pun mengambil 2 buah papan berbentuk segi empat kecil dan kemudian menjepitkan pisang itu dengan 1 atau 2 kali tekanan.
“Ini namanya Pisang Plenet, cara buatnya dengan dipenyet atau tekan-tekan,” kata Subandi, Pemilik usaha Pisang Plenet di Jalan Pemuda, Semarang, Senin (8/7/19).
Subandi pun bercerita, jajanan berbahan dasar pisang kepok tersebut sudah ada sejak 1950-an. Menurutnya, kala itu, sang kakek menjadi perintis pertama, merasa bosan dengan camilan tempo dulu yang hanya seputar singkong atau ubi rebus maupun goreng.
Lantas sang kakek mencoba untuk mengkreasikan pisang dengan cara dibakar dan diplenet hingga pipih dengan memasukkan isian gula, selai nanas dan mentega. Kreasinya pun sempat populer pada zaman tersebut. Bisnis jajanan tradisional tersebut nampaknya turun temurun.
Pada generasi kedua usaha pisang plenet dimotori oleh kakaknya. Kala itu, sebut Subandi, pisang plenet diperjual belikan hingga 12 titik di Kota Semarang. Lambat tahun seiring meninggalnya para pedagang yang juga nagian dari keluarga besarnya, Subandi pun mengambil inisiatif untuk ikut serta meneruskan usaha tersebut.
Pada tahun 1975, pria kelahiran 1956 tersebut mempunyai sedikit modal untuk memulai bisnis pisang plenet. Bersama kakaknya yang saat ini masih jualan, Subandi dengan dukungan sang istri mulai terjun ke Jalan Pemuda agar bisa dikenal oleh masyarakat.
“Dari dulu resepnya ya seperti itu. Tidak saya ubah, sesuai resep waktu itu. Jika saya kasih coklat, itu hanya buat variasi saja biar seperti orang sekarang. Karena dulu kan tidak ada,” katanya.
Setiap harinya, Subandi biasa mangkal dari pukul 14.00 – 24.00 WIB. Terkadang ia berangkat lebih sore dan pulang lebih awal mengingat kondisi kesehatan dan ramai sepinya pembeli.
Dalam sehari, ia biasanya mampu menjual pisangnya 8 hingga 12 sisir. Tiap satu sisir pisang berisikan 12 – 14 buah.
Disebutnya, ia ingin terus meneruskan bisnis warisan dari sang kakek selagi masih sehat. Ia juga sudah mengajak anak dan ponakannya untuk ikut serta menjajakan pisang plenet di Semarang.
Tercatat total 5 tempat pisang plenet dijajakkan. Satu titik di Jalan Gajahmada, 2 titik di Semawis Pecinan, dan 2 titik di Jalan Pemuda. (ZP/06)