SEMARANG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang minta pemerintah provinsi maupun pemerintah Kabupaten Kota di Jawa Tengah peduli terhadap nasib pekerja media. Hal itu disampaikan saat peringatan May Day 1 Mei 2019.
“Selama ini banyak kasus pelanggaran, tapi kami melihat pemerintah daerah abai,” kata ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Edi Faisol, saat aksi peringatan may day di depan menara Suara merdeka jalan pandanaran, Rabu (1/5/19).
Edi menyebutkan saat ini banyak pekerja media di Jawa Tengah tak mendapat upah sesuai nilai minimum kabupaten kota. Bahkan di Kota Semarang, Edi menyebutkan terdapat dua media besar yang jelas melanggar norma perburuhan yang merugikan para pekerjanya.
“Kedua perusahaan media cetak itu salah satunya harian Wawasan yang sudah tak terbit sekitar tiga pekan, perusahaan tersebut tak membayar upah, apa lagi pesangon ke pekerjanya,” kata Edi Faisol menambahkan.
Menurut Edi satunya lagi media media Suara Merdeka juga sering telat membayar upah tanpa konpensasi bahkan memecat pekerjanya satu hari mendekati may day.
Ironisnya, Edi menjelaskan, hal itu justru tak disikapi oleh pemerintah daerah dalam hal ini dinas tenaga kerja provinsi maupun Kota Semarang. Ia menuding dinas provinsi cenderung tak mampu berbuat banyak karena saat AJI mengirim anggotanya untuk menanyakan kasus itu, dinas beralasan masih kekurangan tenaga pengawas industrial.
Bagi Edi, hal itu bukan menjadi alasan. Ia justru menuding ada hubungan konflik kepentingan antara birokrasi di pemerintahan dengan oligarki pengelola media.
“Buktinya dinas itu tahu harian Wawasan dan Suara Merdeka jelas melanggar norma perburuhan, tapi dinas tak berani menindak secara tegas,” kata Edi menegas.
Sebenarnya kasus yang menimpa para pekerja Suara Medeka dan wawasan itu sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Kondisi itu menjadikan AJI Semarang menetapkan Jateng sebagai daerah darurat bagi pekerja media. (ZP/07)