Tak Punya Data Kongret, BUMD Pemprov Jateng Belum Ideal dan Sehat
SEMARANG – www.zonapasar.com –
Beberapa BUMD (badan usaha milik daerah) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng belum semuanya sehat dan ideal. Ini menjadi persoalan serius bagi Pemprov Jateng dalam rangka menaikkan PAD dari sektor non pajak kendaraan bermotor (PKB).
Demikian Ketua Komisi C Asfirla Harisanto saat menjadi narasumber dalam diskusi grup terarah atau focus group discussion (FGD) dengan mengangkat tema : “Penerapan Good Corporate Governance untuk Mewujudkan BUMD yang Sehat” di Tlogo Resort, Tuntang, Kabupaten Semarang, Kamis (25/1/2018).
“Saatnya Pemprov Jateng memiliki sebuah badan usaha yang sehat, terintegritas, dan akuntabel. Dari sekian badan usaha milik daerah (BUMD) yang dimiliki masih belum ideal, ” tegas politisi PDIP itu.
Dalam kesempatan itu turut menjadi narasumber kunci adalah Ketua DPRD Rukma Setyabudi, Asisten Perekonomian Prijo Anggoro BR, dosen akutansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Fuad.
Menurut pria yang akrab disapa Boqi ini, sampai saat ini Pemprov tidak mempunyai data yang konkret mengenai BUMD. Padahal data kongret tersebut menjadi modal terpenting untuk penerapan tata kelola badan usaha yang sehat.
“Saya tenya ke para pengelola BUMD, berapa aset yang dimiliki. Ternyata berbeda semua. Pemprov pun juga tidak bisa menyebutkan secara detail berapa aset yang dimiliki badan usahanya. Ini kan belum sinkron. Hal-hal yang sederhana saja tidak bisa menjelaskan, lantas bagaimana akan menguatkan sebuah lembaga usaha yang ideal,” ucapnya dengan nada heran.
Kendala lain yang dihadapi BUMD yakni dalam pengelolaan informasi teknologi (IT). Seperti yang dihadapi BPR/BKK ternyata tidak ada data base. Belum lagi dari sisi peraturan daerah (perda) yang dianggapnya sudah tidak sesuai dengan kondisi terkini.
Bogi menyebutkan, perda tentang Bank Jateng saja disahkan pada 1993, PRPP juga pada 1993. Sementara PT Sarana Pembangunan Jawa Tengah (SPJT) disahkan pada 2005.
Untuk pembenahan BUMD, Bogi mengusulkan perlu dibentuk sebuah holding. Dengan holding atau penggabungan satu atau lebih badan usaha ke dalam satu kesatuan ekonomis bisa menjadi jawaban penataan BUMD.
“Dengan holding company, semua bisa satu kesatuan. Pemprov tinggal menentukan arah kebijakan, holding inilah yang menjalankan. Sekarang ini BPR/BKK ke nasabah bawah, Bank Jateng juga menyasar nasabah bawah. Kesan yang muncul menjadi sebuah persaingan usaha,” ucapnya.
Sementara, Rukma Setyabudi menekankan untuk membentuk Good Corporate Governance maka dewan komisaris, pengawas, dan direksi harus memiliki visi dan misi yang sama. Dalam pengelolaan badan usaha pun sistem pengecekan dan perimbangan juga harus jalan. “Dengan demikian tata kelola perekonomian menjadi sehat agar bisa menghasilkan pendapatan daerah yang ideal,” kata politisi PDIP itu.
Pandangan lain dilontarkan anggota Komisi C Bambang Eko Purnomo (BEP). Untuk mengelola BUMD secara ideal sebenarnya pemerintah sudah mempunyai UU No 23/2014. Dalam pasal 343, secara terperinci sudah disebutkan cara penyehatan.
Disebutkannya dalam pasal tersebut diatur mengenai tata cara penyertaan modal, organisasi kepegawaian, tata cara evaluasi, tata cara kelola perusahaan, perencanaan dan kerja sama.
“Semua ada dalam undang-undang itu, tinggal kita serius atau tidak untuk melaksanakannya,” tegas politisi Partai Demokrat ini.
Sementara Fuad saat menjadi pembicara memberikan warning, selama tata kelola BUMD tidak sehat maka kerugian negara semakin besar. Dari data yang didapatkan, penyumbang kerugian negara didominasi dari daerah.
“Dari daerah pun berasal dari buruknya pengelolaan badan usaha yang dimilikinya. Sebagai mesin untuk mengasilkan PAD ternyata belum bisa optimal. Ada kebocoran di sana-di sini,” ucapnya.
Karena itulah, tata kelola BUMD menjadi sebuah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Kerap kali upaya penyehatan BUMD hanya menjadi bahan-bahan seminar tanpa ada tindak lanjut yang pasti.
Dari FGD nanti akan digagas kembali menjadi forum kecil untuk membahas kembali konsep ideal penataan dan tata kelola BUMD yang ideal. (ZP03)