Kegiatan Usaha di Jateng Meningkat
SEMARANG- Kegiatan usaha pada triwulan I 2021 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Optimisme ini tercermin dari perkiraan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) perkembangan kegiatan usaha yang sebesar 19,72%.
Selain kecenderungan kegiatan usaha yang membaik, optimisme responden juga didukung oleh implementasi kebijakan pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah serta harapan terhadap hasil vaksinasi yang akan mulai dilakukan pada awal 2021.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah, Pribadi Santoso mengatakan, optimisme peningkatan kegiatan usaha terutama terjadi pada responden sektor industri pengolahan (SBT 8,89%), sektor perdagangan (SBT 3,68%) sektor jasa keuangan (SBT 2,62%) dan sektor konstruksi (SBT 2,01%). Seiring dengan peningkatan kegiatan usaha tersebut, pelaku usaha juga berencana untuk menerapkan peningkatan harga pada triwulan I 2021.
“Selain ekspektasi akan peningkatan daya beli masyarakat, peningkatan harga diperkirakan juga didorong oleh harga jual yang relatif tidak berubah sepanjang tahun 2020,” katanya.
Dijelaskan, meski harga penjualan diperkirakan akan meningkat, dan mampu membantu memperbaiki kondisi keuangan perusahaan, namun hal tersebut belum dapat mendorong kegiatan investasi yang diproyeksikan masih mengalami penurunan meski tidak sedalam dibandingkan triwulan sebelumnya.
“Responden cenderung memilih untuk memaksimal pemanfaatan sumberdaya yang telah dimiliki dan mendorong pemanfaatan kapasitas produksi secara optimal,” jelasnya.
Menurutnya, sejalan dengan hal tersebut, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di Jawa Tengah pada triwulan IV 2020 juga diindikasikan telah menunjukkan arah pemulihan meski masih berada pada fase kontraksi.
“Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar -6,24%, lebih baik dibandingkan periode sebelumnya sebesar sebesar SBT -11,03%,” ungkapnya.
Berdasarkan sektornya, sektor-sektor tersier yang pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi yang paling dalam, pada triwulan ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan diantaranya sektor penyediaan akomodasi dan makan minum (SBT 0,13%) dan sektor transportasi dan pergudangan (SBT 0,44%).
Sementara dari sektor utama, arah perbaikan kegiatan usaha ditunjukkan oleh sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan yang menunjukkan kontraksi yang semakin kecil dibandingkan periode awal pandemi.
“Kontraksi sektor industri pengolahan juga terkonfirmasi oleh Prompt Manufacturing Index (PMI) sebesar 43,20% (kontraksi <50%). Walaupun nilai PMI masih dibawah 50%, namun nilai PMI memiliki kecenderungan yang semakin baik,” ujarnya.
Ditinjau berdasarkan kapasitas produksi, pada triwulan IV 2020 rata- rata kapasitas produksi terindikasi mengalami peningkatan menjadi 70,42% lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 68,00%. Namun peningkatan ini masih dibawah rata-rata kapasitas produksi pada tahun sebelumnya sebesar 72,42%.
Hal ini mengindikasikan bahwa kapasitas produksi perusahaan belum mencapai kapasitas normal perusahaan sebelum periode pandemi. Hal ini juga sejalan dengan penyerapan tenaga kerja pada triwulan IV 2020 yang tercatat mengalami penurunan sebesar SBT -9,01%, meski tidak sedalam penurunan triwulan sebelumnya sebesar SBT -12,71%. Kondisi ini mengindikasikan masih terdapat pengurangan tenaga kerja oleh responden, karena kapasitas produksi yang masih relatif rendah dibandingkan dengan masa sebelum pandemi.
Sejalan dengan kegiatan usaha secara umum yang masih mengalami kontraksi, kondisi keuangan responden juga cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut diindikasikan oleh kemampuan perusahaan mencetak laba (rentabilitas) pada triwulan IV 2020 yang tercatat mengalami kontraksi dengan SB sebesar -3,81%, walaupun tidak sedalam kontraksi triwulan sebelumnya (SB -16,58%).
Rentabilitas yang rendah umumnya dipengaruhi oleh ketidakmampuan responden untuk melakukan penyesuaian harga jual secara optimal. Hal ini mengingat peningkatan biaya secara relatif tidak dapat dibebankan kepada konsumen karena pada saat yang bersamaan daya beli tengah mengalami penurunan dan menekan permintaan.
Kecenderungan penyesuaian harga jual pada triwulan laporan hanya sebesar SBT 5,71%, relatif sama dengan triwulan sebelumnya, namun jauh di bawah rata-ratanya pada tahun 2019 yang mencapai SBT 29,51%.
Perkembangan kegiatan usaha dan kondisi keuangan tersebut menyebabkan sebagian besar responden belum dapat melakukan kegiatan investasi pada triwulan laporan. Penurunan investasi tercatat sebesar SBT -16,20%. Rendahnya investasi pada triwulan laporan dipengaruhi oleh kurang baiknya kondisi keuangan perusahaan sepanjang 2020 disamping faktor permintaan yang belum kuat.(zav)