Mercusuar Willem III, Saksi Bisu Pesatnya Perkembangan Pelabuhan Semarang
SEMARANG – Mercusuar sangat penting bagi para pelaut untuk menuntun kapal-kapal yang akan bersandar di pelabuhan. Tidak terkecuali Mercusuar Willem III, yang hingga kini kokoh berdiri meskipun terancam rob.
Mercusuar Willem III dibangun Belanda pada 1879 dan rampung pada 1884. Mercusuar tersebut diberi nama demikian karena dibangun pada masa kerajaan yang dipimpin Willem III.
Mercusuar yang terletak di Jalan Bandarharjo, kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang ini memiliki tinggi 30 meter dan telah menjadi pemandu puluhan tahun bagi para pelaut yang masuk Pelabuhan.
Hingga saat ini mercusuar masih berfungsi dengan baik. Menara ini sanggup memancarkan sinyal sejauh 20 mil dan berfungsi untuk memandu para pelaut yang akan memasuki pelabuhan.
Mercusuar ini dulunya dibangun Belanda untuk memfasilitasi kapal-kapalnya yang akan berlabuh di kawasan pelabuhan. Mercusuar ini sekaligus juga menjadi saksi bisu perkembangan Semarang sebagai kota niaga yang sibuk.
Pengamat sejarah Semarang, Rukardi Achmad mengatakan, Semarang yang dikenal sebagai kota pelabuhan memiliki beberapa versi.
“Ada yang mengatakan saat zaman Kerajaan Mataram Kuno pelabuhan di Semarang adalah di daerah Bergota. Ada juga yang mengatakan pelabuhan di Semarang adalah yang saat ini merupakan kawasan pengasapan ikan di Semarang Utara,” katanya, Senin (12/8/19).
Dia memaparkan, ketika lokasi pelabuhan lama dirasa kurang representatif untuk aktivitas yang lebih besar, pemerintah Belanda memindahkan pelabuhan ke kawasan Boom Lama. Namun beberapa lama kemudian, kawasan tersebut juga kurang memadai untuk mengakomodir hilir mudik kapal yang semakin ramai.
“Waktu itu Belanda membangun kawasan pelabuhan yang berfungsi sebagai pencatat lalu lintas kapal, kalau saat ini seperti jalan tol,” ungkap Rukardi.
Pada 1830an Belanda mulai memikirkan pelabuhan baru yang lebih representatif. Belanda memutuskan membangun kanal, dengan menyodet Kali Semarang yang awalnya, berkelok-kelok sehingga membuat perjalanan menjadi singkat.
“Di depan mercusuar Willem III, adalah kali buatan (baru) yang dibuat oleh Belanda sekitar tahun 1850 hingha 1860an dan beroperasi penuh pada 1870an. Kali baru tersebut dibuat dengan lebar 23 meter dan panjang sekitar 1,3 kilometer. Di situlah jadi pelabuhan baru Semarang,” terangnya.
Menyusul pembangunan pelabuhan, maka dibangunlah mercusuar Willem III. Namun kali baru tersebut tidak berfungsi lama. Dari 1884 beroperasi, pada 1910an, pelabuhan dinilai sudah tidak representatif lagi karena, saat itu Semarang jadi pelabuhan penting untuk memberangkatkan hasil perkebunan dari wilayah sekitar Semarang, seperti Salatiga, Ambarawa, Kendal yang menjadi komoditas ekspor ke Eropa.
Kali tersebut mulai ditinggalkan lantaran pendangkalan yang terjadi sangat cepat. Berbagai upaya pengerukan dilakukan namun tidak membuahkan hasil. Hanya perahu-perahu kecil yang bisa melintasi kali tersebut.
Pantai di Semarang hanya memiliki kedalaman sekitar 2 meter, sehingga kapal besar dari luar negeri hanya bisa bersandar di tengah laut. Setelahnya, barulah barang-barang dan penumpang yang dibawa kapal tersebut diangkut oleh kapal lain untuk dibawa ke pelabuhan Semarang.
Kemudian pelabuhan Tanjung Emas digeser ke sebelah timur. Pemerintahan Belanda sempat membangun pelabuhan dengan berbagai cara, seperti dengan pembangunan dam untuk menanggulangi lumpur yang masuk. Namun seiring berjalannya waktu membuat pelabuhan tidak lagi representatif.
Akhirnya pemerintahan Belanda tidak sanggup lagi membangun pelabuhan samudera yang bisa disandari kapal-kapal besar. Barulah sejak 1985 hingga saat ini pelabuhan Tanjung Emas, dikelola PT Pelindo III. (ZP/07)