Pemerintah Tengah Merumuskan HPP Gabah dan Beras Terbaru
ZONAPASAR.COM, BOGOR – Pemerintah tengah merumuskan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras terbaru untuk melindungi harga gabah/beras petani di tengah panen raya semester 1 (satu) tahun ini. Pembahasan yang diinisiasi oleh Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) tersebut menghadirkan seluruh stakeholder perberasan nasional, baik dari Kementerian dan Lembaga, Asosiasi dan organisasi petani serta pelaku usaha.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, Kamis (2/3/2023), di Bogor, mengatakan, pertemuan ini sangat penting karena menentukan besaran harga pembelian pemerintah yang akan menjadi patokan dalam penyerapan gabah petani. Pertemuan ini juga sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk merangkul semua kelompok agar dapat menghasilkan HPP yang berkeadilan.
“Tadi sudah kita dengarkan pendapat dan masukan dari semua perwakilan. Kita sudah kantongi usulan-usulan angkanya. Selanjutnya akan kita analisis setiap opsi, terutama terkait impact-nya apabila opsi A, B, dan seterusnya diterapkan, bagaimana dampaknya terhadap inflasi, kesejahteraan petani, serta daya beli masyarakat. Kita akan libatkan instansi terkait yang berkompeten untuk memberikan masukan,” terang Arief usai pertemuan Pembahasan HPP Gabah dan Beras tersebut.
Dalam pertemuan itu setiap perwakilan menyampaikan usulan besaran HPP Gabah Kering Panen (GKP) berdasarkan hasil perhitungan Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT). Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) mengusulkan HPP GKP Rp 5.700 per kg, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengusulkan Rp 5.550 per kg, Serikat Petani Indonesia (SPI) mengusulkan Rp 5.600 per kg, Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengusulkan Rp 5.400 per kg, Aliansi Petani Indonesia (API) mengusulkan Rp 5.800 per kg, dan Penggerak Pembangunan Masyarakat Desa (Gerbangmassa) mengusulkan Rp 5.375 per kg. Sementara Kementerian Pertanian turut mengusulkan HPP berada di kisaran Rp 4.800 per kg – Rp 5.100 per kg dan BRIN mengusulkan harga GKP berkisar Rp 4.850 per kg – Rp 5.000 per kg.
Menurut Arief, semua usulan akan diterima dan ditampung terlebih dahulu, setelah dianalisis selanjutnya akan dibawa ke tingkat pertemuan yang lebih tinggi. Dalam penetapannya nanti Pemerintah pastinya akan mempertimbangkan dari berbagai sisi secara menyeluruh, baik dari sisi petani, pelaku usaha penggilingan, konsumen, pengendalian inflasi dan lainnya.
“Tidak mungkin pemerintah hanya mengedepankan satu aspek dan kelompok saja. Pasti akan ada pertimbangannya, misal apabila ditetapkan terlalu tinggi bagaimana dampaknya terhadap komoditas lain. Namun yang pasti HPP GKP harga Rp 4.200 per kg sudah tidak akan dipilih lagi,” terangnya.
Arief mengatakan, sesuai arahan Presiden semua pihak harus bersama-sama menjaga harga beras agar stabil, karena beras ini adalah salah satu komoditas yang memberikan andil terhadap inflasi.
Arief berharap, apapun nanti yang menjadi keputusan semua pihak dapat menerima serta menjalankan dengan baik dan konsekuen. Karena hal tersebut murni untuk kebaikan bersama dan untuk kemajuan ekosistem perberasan nasional. “Jangan sampai setelah ditetapkan HPP-nya lalu karena panen raya harga gabah turun, ada pihak yang tidak mau membeli sesuai HPP. Jangan sampai terjadi, semua harus komitmen,” tegasnya.
Pihaknya juga mengagendakan untuk digelar kembali pertemuan lanjutan bersama seluruh stakeholder perberasan. “Saya mengucapkan terima kasih dan merasa senang seluruh stakeholder perberasan hadir serta memberikan masukan-masukan yang sangat berharga. Seperti janji saya sebelumnya, semua masukan ini telah kita hitung bersama,” ungkapnya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Bustanul Arifin mengatakan, dalam pembahasan HPP ini selanjutnya harus ditetapkan juga mengenai Harga Eceran tertinggi (HET). Menurutnya, HET ini yang akan menjadi instrumen untuk menyesuaikan margin para pelaku usaha, sehingga harga beras di hilir atau di tingkat konsumen dapat terkendali.
Ia juga mengusulkan penetapan HPP berdasarkan zonasi, mengingat struktur ongkos usaha tani yang berbeda-beda di setiap daerah, terutama antara daerah sentra produksi dan non sentra produksi.
Kepala Biotech Center (Pusat Bioteknologi) IPB University sekaligus Ketua Umum AB2TI Dwi Andreas Santosa mengatakan, terkait hitungan biaya produksi padi yang disampaikan, pihaknya telah menghimpun dari asosiasi-asosiasi perberasan. Untuk AB2TI sendiri biaya produksi dihitung dengan satuan lahan ril yang dikerjakan petani di sebagian sentra produksi, yaitu per 1.500 meter persegi dan berdasarkan kebiasaan petani. Sedangkan beberapa asosiasi yang lain seperti HKTI dan KTNA menghitung dari seluruh wilayah di Indonesia.
Selanjutnya, ia menekankan, apapun keputusan HPP yang diambil tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kinerja produksi padi nasional.
Adapun pertemuan tersebut dihadiri Satgas Pangan Polri yang diwakili Kombes Hermawan, Kemenko Perekonomian yang diwakili Niken Nulandari, KSP yang diwakili Erizal Jamal, Direktur Serealia Kementerian Pertanian Fitrah, Sekretaris Jenderal HKTI Sadar Subagyo, Wakil Sekjen KTNA Zulharman Djusman, Sekjen SPI Agus Ruli A, Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi Dan Beras Indonesia (Perpadi) yang diwakili Yogi Prabowo, BPS yang diwakili Hery Ferdinan, BRIN yang diwakili Apri Laila Sayekti, Bulog yang diwakili Epi Sulandari, dan Food Station yang diwakili Laras Kulsum.
Mengenai posisi harga, berdasarkan data Panel Harga Pangan NFA per 1 Maret, Rata-rata nasional harga di tingkat produsen GKP Rp 5.160 per kg, Gabah Kering Giling (GKG) Rp 6.210 per kg, beras medium Rp 10.490 per kg, dan beras premium Rp 11.580 per kg. Untuk harga GKP di tingkat petani mengalami penurunan 4,11 persen terhadap rata-rata minggu sebelumnya.
Sedangkan untuk harga di tingkat konsumen, beras medium Rp 11.870 per kg, dan beras premium Rp 13.593 per kg.(ule)