SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut vaksinasi kedua Jateng tertinggi se-Indonesia. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menyebut tingginya vaksinasi penyuntikan kedua tak lepas dari perana aktif kabupaten dan kota se-Jateng.
“Penyuntikan kedua itu, karena jadwal saja yang tidak bisa dipercepat. Kita sudah luar biasa, penyuntikan kedua 69 persen itu tertinggi di Indonesia. Rata-rata di Indonesia hanya 29 persen” kata Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo usai Rapat Penanganan Covid-19 di kompleks kantor Gubenur Jateng, Kota Semarang, Senin (15/2).
Menurut Yuli, adapun penyuntikan vaksinasi yang masih belum dilakukan lantaran masih menunggu jadwal. Dia menuturkan di tahap kedua vaksinasi ini ada lima kabupaten dan kota yang termasuk tinggi.
“Yang tertinggi (penyuntikan kedua) Kabupaten Wonosobo 87,5 persen, Kota Pekalongan, Kabupaten Boyolali, Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Sedangkan yang masih rendah di Sukoharjo 41,6 persen,” beber Yuli.
Dia mengatakan pula, adanya vaksinasi yang tinggi telah memberikan dampak positif. Yuli mencontohkan, pada tenaga kesehatan (nakes). Jadi, setelah vaksinasi dilakukan telah terjadi penurunan kasus konfirmasi positif Covid-19 pada nakes.
“Sebelumnya itu rata-rata tenaga kesehatan yang terkonfirmasi positif Covid, semingggu rata-rata 250-300 orang nakes per mingu di Jawa Tengah. Tapi setelah vaksinasi, itu menurun, bahkan minggu terakhir ini, seminggu itu hanya27 orang,” sambungnya.
Yuli menuturkan masih adanya nakes yang belum mendapatkan vaksin itu karena komorbiditas. Namun karena sekarang ada kebijakan baru, diharapkan akan semakin banyak nakes yang menjalani vaksin.
Diketahui, aturan baru pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dapat diberikan pada kelompok usia 60 tahun ke atas, komorbid, penyintas COVID-19 dan ibu menyusui dengan terlebih dahulu dilakukan anamnesa tambahan. Sementara bagi komorbid dengan hipertensi dapat divaksinasi kecuali jika tekanan darahnya di atas 180/110 MmHg, dan pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan sebelum meja skrining. Kemudian bagi komorbid penderita diabetes tetap dapat divaksinasi sepanjang belum ada komplikasi akut. Sedangkan bagi penyintas kanker dapat tetap diberikan vaksin.
“Dua minggu terakhir itu tidak ada satupun tenaga kesehatan yang meninggal. Biasanya selalu ada setiap minggu. Itu tidak ada. Moga-moga itu tren bagus,” harap Yuli.
“Nakes yang belum divaksin sekitar 15 persen tetapi kebanyakan itu karena mempunyai kriteria eklusi seperti usia lansia, punya komorbid, baik hipertensi, diabetes, maupun yang lain. Ini yang selama ini sekitar kurang dari 15 persen,” imbuhnya. (zav)