Krisis Cabai Berulang, Kerja Mentan Dipertanyakan

0
ANTARA/Rahmad

JAKARTA – Harga cabai saat ini melonjak tinggi hingga membuat warga resah dan pedagang makanan merugi. Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui kenaikan harga cabai merah disebabkan oleh kurangnya produksi di tingkat petani.

DPR dan pengamat mempertanyakan tata kelola petani yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) terhadap masalah yang selalu berulang. Dewan juga akan memanggil Kementan guna menanyakan mahalnya harga cabai dan penyebab kurangnya produksi.

Adalah ironi di negeri agraris ini, cabai justru kerap berulang menjadi krisis.

“Kita akan agendakan (pemanggilan). Agar perencanaan produksi bisa lebih tepat,” kata Wakil ketua komisi IV DPR, Daniel Johan kepada wartawan, Jumat (2/8/2019).

Daniel mengatakan kesalahan Kementan selalu berulang. Menurutnya, harusnya Kementan memperbaiki data supply dan demand agar terjadi kesetabilan harga dan barang.

Di kesempatan terpisah, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah juga mengamati minimnya produksi cabai membuat melonjaknya harga, baik di tingkat petani maupun pasar. Hal itu tentu menjadi salah satu indikasi lemahnya tata kelola di Kementerian Pertanian.

Kasus minimnya produksi sektor pertanian yang kerap berulang seharusnya dapat diatasi melalui pembinaan kepada petani, serta penciptaan inovasi bibit-bibit unggul yang disesuaikan dengan kondisi alam di Indonesia, baik geografis maupun cuaca.

“Yang lemah selama ini kan pembinaan. Kementerian Pertanian sangat lemah dalam pembinaan kepada para petani, termasuk petani cabai, dan juga petani-petani lain yang produknya strategis,” kata Trubus.

Pembinaan Petani Lemah

Menurutnya, lemahnya pembinaan dan dorongan kepada petani untuk terus meningkatkan produksi, menyebabkan kasus-kasus selalu berulang. Selain itu, kelemahan dari Kementan lainnya adalah dalam hal penciptaan inovasi bibit atau varietas yang unggul. Hal itu seharusnya dapat dilakukan dengan menggandeng universitas-universitas yang memiliki Fakultas Pertanian.

“Padahal kebutuhan masyarakat dari tahun ke tahun terus meningkat. Belum lagi kebutuhan untuk ekspor. Harusnya Kementan punya varietas baru yang kompetitif di masa depan. Dan sudah bisa di prediksi masa depan bagaimana, kan bisa melalui riset unggulan. Lemahnya inovasi ini yang menyebabkan masalah pertanian terus berulang,” terangnya.

Penciptaan inovasi tersebut, sambung dia, harusnya dapat disesuaikan dengan kondisi alam, potensi produk di masing-masing daerah. Lebih lanjut ditegaskan, menjadi ironis dimana Indonesia sebagai negara agraris selalu dihadapkan dengan persoalan pertanian yang rumit.

“Jadi ini persoalan tata kelola. Sepanjang tata kelola masih seperti ini, dan petani dalam posisi yang selalu dikorbankan dan kurang kesejahterannya, maka selalu munculnya itu lagi. Sesuatu yang mudah jadi rumit karena kebijakan tata laksana yang kurang komprehensif,” tandasnya.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih di lain kesempatan mengatakan, tingginya harga cabai memang terjadi karena stok sedikit. Laporan basis SPI di Rokan Hilir Riau harga cabai di tingkat petani sekitar Rp 40-50 ribu per kilogram. Sedangkan di konsumen, mencapai sekitar Rp 70 ribu per kilogram.

“Perbedaan harga di tingkat petani dan konsumen di Riau terjadi karena pedagang mengambil langsung cabai di petani di desa dan infrastruktur di sana jelek. Jadi bisa dibilang itu biaya transportasi ke sana. Faktor lain yang membuat harga cabai tinggi adalah stok di pedagang. Cabai di Riau itu banyak dikirim dari Brebes, Jawa Tengah,” ujarnya.

Menurut Henry, faktor kekeringan juga mempengaruhi kuantitas panen. Selain itu seperti di Riau sedang banyak asap efek dari pembakaran lahan. Ia mengakui bantuan benih cabai dari Kementan di awal tahun juga kurang berhasil.

Kementan sendiri mengakui ada masalah dengan produksi cabai yang berujung melonjaknya harga. Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan hambatan produksi disebabkan oleh petani cabai yang tidak merawat tanaman dan memanen cabai.

“Ya ini memang karena pengaruh yang jelas karena kemarin kan cabai sempat harganya jatuh. Nah karena harga jatuh, tanaman nggak dirawat oleh petani,” ujar Prihasto.

Ia menceritakan, harga cabai merah di tingkat petani 2-3 bulan yang lalu sempat jatuh hingga berada di level Rp 5.000 per kilogram. Menurutnya, jatuhnya harga membuat petani malas memanen cabai merah karena biaya panen lebih mahal dari harga jual, di mana ongkos panen sekitar Rp 6.000 per kilogram. Hal itulah yang membuat petani akhirnya tidak merawat dan tidak memanen tanaman cabainya sehingga membuat produksi cabai berkurang.

“Tanaman (cabai) mulai berkurang, kebutuhan tetap, barangnya tidak ada akhirnya menyebabkan bahan cabe naik,” tandasnya. (ZP/05)

Tinggalkan pesanan

email kami rahasiakan

Verified by MonsterInsights