Mendag Minta Pengusaha Waspadai Pencatut Nama Pejabat dalam Impor
JAKARTA – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan, proses importasi dilakukan dengan prinsip tegas good governance. Sanksi blacklist hingga proses hukum pun sudah dikenakan terhadap mereka yang ‘nakal’. Karenanya, Mendag Enggar juga mengingatkan agar para pengusaha berhati-hati dan tak meladeni pihak yang mengaku-aku bisa mengurus kuota impor, bahkan melakukan locked quota dengan membawa-bawa nama
pejabat negara.
“Karena semua proses dilakukan dengan transparan, bisa diakses publik di website Kemendag. Jadi, buat apa suap-suap seperti kasus yang kini ditangani KPK. Kepada pengusaha-pengusaha, saya tegas nyatakan agar berhati-hati terhadap mereka-meraka yang jual nama pejabat untuk urus impor dan lainnya,” ujar Enggar yang dicegat wartawan di Jakarta, Senin pagi (11/8/2019).
Enggar juga mengingatkan agar para pengusaha berhati-hari terhadap mereka yang mencatut nama penyelenggara negara. Pihak
manapun yang berbuat nakal dalam proses impor, dikatakan Mendag, bakal berurusan dengan penegak hukum.
“Kepada mereka yang jualan nama penyelenggara negara, agar jangan lagi melakukan. Karena aparat hukum, dan KPK pastinya juga melihat semua yang dilakukan berbuat jahat,” katanya.
Di sisi lain, Enggar juga telah memerintahkan jajarannya untuk mengecek importir yang terjaring KPK apa pernah berurusan dengan importasi. Dari penelusuran, diduga ada kerabat dari yang bersangkutan melakukan importasi nakal bahkan sudah ada putusan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan itu.
“Saya tegaskan Kemendag tidak mengakomodir pengusaha ini, yang disinyalir kerabatnya pernah kena sanksi hukum sebagai penegasan asas GCG,” tegasnya.
Enggar kembali menjelaskan proses impor bawang putih dimulai dengan rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Dalam RPIH itu juga ada poin wajib tanam 5% dari kuota impor. Setelah itu dipenuhi dan ada verifikasi, baru ke Kementerian Perdagangan.
“Kebutuhan bawang putih kita per tahun sebenarnya sekitar 490 ribu ton. Pada 2018 terbit RPIH total 938 ribu ton. Dari jumlah itu dikeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kemendag 600 ribu ton. Mengapa lebih? Untuk cadangan awal tahun 2019,” katanya.
Di kesempatan terpisah, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan bahwa kasus korupsi suap pengurusan kuota dan perizinan impor bawang putih sangat menarik. Hal itu karena ada nama Nyoman Dhamantara, anggota Komisi VI DPR yang dapat dianggap mampu untuk menjadi ‘jembatan’ pengurusan izin dari tersangka lainnya, yakni Chandry Suanda alias Afung.
Padahal, kata Ray, sejatinya urusan kuota dan izin impor menjadi kewenangan sepenuhnya dari kementerian terkait. Sehingga, seharusnya sudah tidak ada campur tangan dari anggota DPR atau oknum-oknum tertentu untuk ‘bermain’.
“Yang menarik, dalam kondisi ini masih saja ada hubungan impor dengan anggota DPR, yang sejatinya sudah tidak ada. Ini yang harus dikoreksi,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, diperlukan ketegasan lagi yang menyatakan agar tidak ada lagi pihak nakal yang memanfaatkan untuk korupsi. “DPR seharusnya sudah tidak lagi mengurusi sampai ke satuan tiga (teknis),” ucapnya.
Kewenangan DPR, lanjut dia, seharusnya hanya sampai kepada izin prinsip saja, yang menyatakan bahwa impor itu boleh dilakukan.
“Ini menarik juga korupsi akhir-akhir ini masuk ke satuan teknis, harganya berapa, kuotanya berapa, negaranya mana saja, hingga mana saja daerah yang akan diberikan,” ungkapnya.
Direktur HICON Law & Policy Strategic, Hifdzil Alim menilai kasus dugaan korupsi impor bawang putih tidak perlu terjadi karena seharusnya anggota DPR menjalankan fungsi pengawasan atas jalannya pemerintahan, bukan malah terlibat dalam urusan internal di kementerian.
Menurutnya, apa yang dilakukan Kemendag, terkait perusahaan yang akan menjadi importir sudah cukup baik, namun harus diperbaiki dalam beberapa hal.
Dia mencontohkan terkait masukan masyarakat mengenai adanya perusahaan yang diduga masuk daftar hitam, harus ditindaklanjuti Kemendag, dengan diumumkan terbuka.
Anggota Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam Faisal Santiago di kesempatan berbeda menegaskan mencatut nama tidak diperkenankan dalam kegiatan apapun. Termasuk bisnis sekalipun, apalagi tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan.
Faisal menilai pihak yang mencatut nama pejabat tentu saja ingin memperkaya diri sendiri. Oleh karena itu, kata dia, para pejabat harus mempunyai integritas, atau menandatangani pakta integritas agar mereka bekerja secara profesional.
Kata dia, orang tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berisi:
“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. (ZP/05)