Pengusaha dan DPR Dukung Mendag Lobi China Cabut Pembatasan Impor
JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita memulai serangkaian langkah untuk melobi China untuk mendongkrak ekspor. Mendag yang langsung pergi ke China menawarkan komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), buah-buahan dan sarang burung walet. Langkah Mendag itu pun mendapat apresiasi dari kalangan asosiasi pengusaha dan DPR.
Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang d mengatakan, langkah Mendag Enggartiasto, sangat penting.
“Kita sangat mendukung upaya yang dilakukan Menteri Perdagangan membuka pangsa pasar ekspor ke China, sebab negara tirai bambu itu memiliki populasi mencapai 1.2 miliar, pangsa pasar yang punya prospek besar pula,” kata Sarman kepada wartawan, Jumat (19/7/2019).
Sarman menilai, strategi pendekatan B to B (bisnis dengan bisnis) dan G to G (pemerintah dengan pemerintah) harus dilakukan, karena China juga memiliki kebijakan yang membatasi impor.
Selama ini, lanjutnya, Indonesia merasa bahwa transaksi perdagangan antara Indonesia dan China tidak seimbang. Artinya jauh lebih besar impor barang dari China daripada ekspor komoditi kita.
“Sudah saatnya kita lebih proaktif mencari peluang baru di China dengan produk-produk yang mereka sangat butuhkan dari Indonesia,” kata Sarman.
Di kesempatan lain, Ketua Dewan Pertimbangan sosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan langkah Mendag sudah tepat dengan melobi China langsung. Menurutnya, perdana menteri China pernah berjanji akan membeli CPO lebih banyak dari Indonesia.
“Positif sekali karena menagih janji. Sekarang mungkin menteri kita datang menagih,” kata Sofjan.
Namun, Sofjan melihat kendala dalam kelapa sawit. Menurutnya, dari manufacturing harga yang ditawarkan Indonesia lebih mahal.
“Susahnya kita tidak masukin dan China itu dalam situasi pembelian dalam streat war, dia minta produk pertanian yang tidak bisa kita produksi. Tetapi kalau jumlah tanya menteri perdagangan saja. Pokoknya pemerintah jualan terus lah, biar produk-produk kita bisa dibeli,” katanya.
Kemudian untuk sarang burung walet, kata dia, Indonesia semakin baik dalam kualitas dan mutu. Namun, saat ini tinggal mempercepat masalah intern agar ekspor sarang burung walet segera ada peningkatan.
“Biasanya sarang burung walet itu Indonesia biasanya ekspor melalui Malaysia. Sangkar burung dari sini kita bisa ekspor langsung. Dulu ada kendala. Urusan kita tidak memberikan kualitas yang baik. Tetapi dulu sudah diselesaikan oleh menteri perdagangan,” katanya.
“Sekarang mungkin ditagih lagi juga karena kebutuhan mereka akan burung walet banyak sekali. China banyak impor,” imbuhnya.
Dia pun optimis pemerintah bisa mendapat USD 1 miliar dalam satu tahun dengan menggejot ekspor tiga komoditas tersebut.
Sedangkan pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus juga menilai keberangkatan Mendag untuk melobi langsung China memang diperlukan.
Namun demikian, ia berharap secara konsisten wakil-wakil Indonesia, baik duta besar, maupun atase-atase perdagangan secara konsisten melakukan mata-mata pasar.
Heri juga mengatakan, demi memperbaiki neraca perdagangan dengan China, bisa saja Indonesia lebih selektif terhadap impor.
“Kita bisa kecilin impor, secara bijaksana atau tidak serampangan. Produk-produk yang sebenarnya bisa kita bikin dan lebih efisien maka tidak perlu kita impor dari China,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Abdul Aziz mengatakan Mendag memang perlu upaya maksimal dan kreatif untuk memperbaiki neraca perdagangan. Perdagangan dengan China harusnya ditempatkan dalam konteks itu.
“Saya berharap kementerian perdagangan juga lebih gencar membuka pasar pasar yang baru. Intinya produk unggulan Indonesia, berbasis kekayaan alam, kita masih punya hasil tambang mineral nonlogam, batu kapur, zeolit, dan sebagainya,” tandasnya. (ZP/07)