2024 Dibutuhkan Pers yang Memiliki Digital Ethics

0
-DIALOG REKTOR- Foto bersama Walikota Semarang, Ketua PWI dan 5 Rektor Universitas di Jateng usai acara Dialog 5 Rektor. Foto : ist/zonapasar.com

ZONAPASAR.COM, SEMARANG – Tantangan pers saat ini adalah gempuran media sosial yang membuat setiap individu bisa menjadi wartawan. Dari jari-jarinya setiap orang bisa melakukan transmisi informasi kapan saja dan berpotensi menciptakan politik digital yang rawan memecah keutuhan bangsa.

Itu sebabnya, di tengah tahun politik 2024 di mana ada kegiatan Pemilu, dibutuhkan pers yang mampu menjaga marwahnya dan masyarakat yang memiliki digital ethics atau etika digital sehingga bisa menghargai keberagaman dan menjaga keutuhan bangsa.

Demikian benang merah yang mencuat dalam Dialog 5 Rektor yang bertajuk ”Media Edukatif Menuju Tahun Politik 2024” yang berlangsung di Gedung E Lantai 3 Udinus Semarang, Kamis (2/2).

Kegiatan sebagai Kick Off rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2023 Tingkat Jateng itu menghadirkan narasumber Rektor Udinus Prof Dr Ir Edi Noersasongko MKom, Rektor USM Dr Supari ST MT, Rektor Unissula Prof Dr Gunarto SH MHum, Rektor Unwahas Prof Dr KH Mudzakir Ali MA dan dosen Ilmu Komunikasi Unika Soegijapranata Dr Andreas Pandiangan MSi mewakili rektor. Acara yang juga disiarkan secara live oleh TVKU itu dimoderatori Myra Azzahra dan Hery Pamungkas. Yang spesial, dialog tersebut juga dihadiri langsung Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu. Hadir juga Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS dan segenap jajaran pengurus.

Rektor Udinus Prof Edi menilai, saat ini adalah era dimana setiap orang begitu mudah menyebarkan informasi layaknya wartawan karena media sosial. Tanpa memiliki media pun, seseorang bisa siaran dan memberitakan terus menerus lewat kanal Youtube.

”Akibatnya, banyak konten-konten ngawur dan brutal yang menjadi viral karena karena mudah diposting dan direposting pihak yang diuntungkan maupun yang dirugikan,” katanya.

Hanya saja, Edi mengingatkan agar dalam bermedia dibutuhkan etika dan filter karena jejak digital dalam ponsel yang melekat sekalipun dibuang ke laut. Setiap kata-kata, foto, video, dan audio bisa teridentifikasi melalui IP paket internet dan nomor imei dari Hp.

”Berhati-hatilah jika tak ingin terseret dalam pelanggaran UU 11 No 2008 tentang ITE yang disempurnakan menjadi UU No 19 Tahun 2019. Jangan sampai kita terjebak dalam pencemaran nama baik, informasi asusila, hoaks dan kebencian unsur SARA,” bebernya.

Etika Digital

Sementara itu, Rektor USM Supari menegaskan, masyarakat saat ini dibanjiri oleh informasi, apalagi menjelang perhelatan penting yaitu Pemilu di tahun 2024. Posisi media massa, baik itu mainstream maupun media sosial sesungguhnya strategis menumbuhkan semangat berdemokrasi.

”Meskipun tetap ada informasi yang menyesatkan dan mencemaskan. Kuncinya menurut saya, tempatkan segalanya untuk kepentingan nasional, keutuhan NKRI. Dibutuhkan digital ethics, agar semua pemberitaan dan informasi lewat platform digital didasari rasa cinta kepada kepentingan nasional,” katanya.

Dia juga menambahkan, mengingat 2024 adalah masa konstetasi Pilpres, maka ketika memilih pemimpin harus meletakan rasa cinta kepada Indonesia, di atas segalanya.
Hal senada disampaikan Prof Gunarto dari Unissula. Dalam perhelatan Pemilu, pers mampu menjaga marwahnya yang menggugah partisipasi publik untuk menghadapi pesta demokrasi itu secara sehat. Dia juga menilai, bahwa tahun politik adalah hiburan, sehingga masyarakat menyambutnya dengan gembira untuk meraih kebahagiaan.

”Kita menghadapi turbulensi global, dan politik digital di tahun politik. Konglomerasi pemilik oleh pemilik media yang berafiliasi politik tertentu. Di sini, pers harus kembali ke khitah yaitu berpedoman pada UU Pers dan kode etik jurnalistik,” tambah rektor yang menggagas Sekolah Jurnalistik di Fakultas Hukum bekerjasama dengan PWI Jateng.

Sementara itu, Rektor Unwahas Prof Mudzakir Ali mengatakan, resep mencari pemimpin itu sederhana, yaitu mencari jalan tengah. Maksudnya jangan terlalu fanatik mencintai pemimpin, dan jangan membenci pemimpin lain yang tidak disukai. Jadi, bersikaplah wajar-wajar saja.

Andreas Pandiangan tak setuju dengan istilah tahun 2024 sebagai tahun politik, tapi lebih tepat tahun Pemilu karena ada Pilpres dan Pileg. Pasalnya, politik sudah menyatu dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, berkomunikasi dengan walikota saja sudah merupakan kegiatan berpolitik.

Salah satu tantangan media saat sekarang, kata dia, adalah bagaimana mengedukasi para pemilih pemula untuk memiliki kesadaran dan pemahaman cara berdemokrasi secara sehat dalam konteks memilih pemimpin.

Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS mengatakan, pihaknya sengaja menjadikan spirit Goes to Campus untuk kegiatan HPN tahun ini. Dia mengapresiasi dan berterima kasih atas peran serta kampus yang selama ini menjalin hubungan baik dengan PWI.

Pascadialaog ini, dalam rangkaian HPN, pihaknya akan menggelar Dialog Kebangsaan dengan USM, Dialog UMKM dengan Unwahas dan Khataman Alquran Majelis Ashabul Kahfi PWI Jateng di Unissula.

Pada kesempatan itu, Amir kembali menyinggung soal derasnya arus informasi yang sangat menggelisahkan. Karena itu, di tahun politik, dia mengajak semuan insan pers untuk mengusung tagline ‘Wartawan Cerdas, Media Waras’. Dengan sikap cerdas dan waras, pers bisa mengedukasi dan menginspirasi masyarakat dengan berita yang bening, dan tidak menciptakann kegaduhan.

Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu berharap, momentum HPN 2023, menjadikan pers Jateng sebagai agen perubahan. Diakui dia, meskipun adakalanya ada pemberitaan viral, tapi sesungguhnya hal itu sebagai taktik dalam pemberitaan dan wujud kreativitas sang wartawan. ”Tapi saya percaya, wartawan di Semarang, itu baik-baik dan kontruktif dalam mengkritik,” kata walikota yang akrab disapa Mbak Ita.(ule)

Tinggalkan pesanan

email kami rahasiakan

Verified by MonsterInsights