Petani Tegal Bingung Jual Hasil Panen, Pemerintah Diminta Batasi Impor Bawang Putih
TEGAL – Pemerintah diminta untuk membatasi impor bawang putih, karena berpotensi merugikan para petani. Langkah pembatasan impor tersebut dilakukan untuk melindungi para petani khususnya di Kabupaten Tegal dan Brebes yang hingga kini kebingungan menjual hasil panen mereka.
“ Pembatasan impor bawang putih ini sangat perlu. Sepanjang didalam negeri mampu mengcover kebutuhan bawang putih , impor tesebut tidak usah atau sangat dibatasi. Karena berdasarkan data tahun 2018 kita masih surplus bawang putih . Sehingga mengapa pemerintah tetap melakukan impor ?,” kata Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Tengah (Jateng) Muhammad Ngainirrichadl , Kamis (10/9).
Pihaknya juga meminta pemerintah melakukan kajian komprehensip, terkait kebutuhan bawang di Indonesia. Jika nantinya masih tercukupi dari dalam negeri , kebijakan impor menjadi sebuah alternatif.
“ Saat ini daerah yang menanam bawang putih di Jawa Tengah, selain Kabupaten Tegal dan Brebes, juga Kabupaten Temanggung dan Wonosobo ,” kata dia.
Sebelumnya, Kelompok petani bawang putih Desa Tuel, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, kebingungan menjual hasil panen . Pasalnya, hasil panen tahun 2019 sebanyak 30 ton yang sudah menjadi benih saja masih belum terserap.
Ketua Kelompok Tani Bawang Putih Desa Tuel Ahkmad Maufur (37) mengatakan, panen bawang putih di masa pandemi menurut Maufur secara budidaya tidak terdampak. Aktifitas menanam, memelihara hingga panen biasa tidak terpengaruh. Hanya saja tanaman bawang putih sangat tergantung kebijakan dari pemerintah.
Dijelaskan, saat ini kebijakan pemerintah yang kaitannya dengan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Tadinya importir wajib untuk tanam bawang putih dulu, setelah itu importir baru bisa mendapatkan RIPH. Sedangkan kebijakan sekarang terbalik. Kebijakan Pemerintah yang baru, bahwa importir diperbolehkan impor dulu, setelah itu wajib tanam dengan tenggang waktu satu tahun.
“Kebijakan pemerintah yang baru tersebut sangat berdampak bagi petani bawang putih. Yang tadinya hasil panen bawang putih kami dijadikan benih yang kemudian kami suplai ke beberapa daerah tapi, karena penyerapan sangat lemah jadi, hampir hasil produksi kami tidak laku,” kata dia.
Saat ini sebanyak 30 ton lebi benih bawang putih di Desa Tuel yang tidak terserap dengan kondisi sudah banyak yang keropos.
“Hasil yang saat ini dipanen dari petani kami beli tapi, kami tidak tahu mau dijual kemana. Hal itu karena kalau mau dijadikan benih kami belum jelas kedepannya mau seperti apa. Bawang putih yang sudah menjadi benih hasil panen 2019 saja masih belum terserap,” tutur Maufur.
Harusnya pemerintah memberikan kebijakan baru. Selain importir wajib menanam, harusnya wajib juga untuk membeli. Kalau tidak ada kebijakan dari pemerintah maka, bawang putih lokal tidak bisa bersaing dengan bawang putih impor.(ZP-02)