Eks Pejabat LPEI dan Direktur Swasta Ditahan, Terlibat Kredit Fiktif Rugikan Negara Rp81,3 Miliar
Semarang – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah resmi menahan tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pembiayaan kredit macet di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), lembaga keuangan milik negara yang dikenal juga sebagai Indonesia Eximbank.
Ketiganya ditahan usai penyidik menemukan bukti keterlibatan mereka dalam skema pemberian kredit bermasalah kepada sebuah perusahaan tekstil di Sragen yang mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp81,3 miliar.
Mereka yang ditahan yakni DSD, mantan Kepala Divisi Analisa Risiko Bisnis II LPEI periode 2013–2019, JAS, mantan Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta periode 2014–2018, serta HP, Direktur PT Kemilau Harapan Prima (KHP). Ketiganya langsung dijebloskan ke Rumah Tahanan Kelas I Semarang pada Senin (14/7) sore.
Sementara itu, satu tersangka lain, DS, yang menjabat sebagai Relationship Manager di kantor wilayah LPEI Surakarta periode 2014–2017, mengajukan penjadwalan ulang pemeriksaan.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jawa Tengah Dr. Lukas Alexander Sinuraya mengatakan, kasus ini bermula dari pemberian fasilitas pembiayaan oleh LPEI kepada PT Kemilau Harapan Prima pada 2016–2018. Padahal, dari hasil penyidikan terungkap bahwa perusahaan tersebut tidak memenuhi kriteria kelayakan.
“Pengajuan kredit dilakukan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang tidak sah dan tidak valid. Namun para pejabat terkait tetap memproses dan menyetujui permohonan tersebut,” kata dia kepada wartawan di Semarang.
LPEI, sebagai lembaga keuangan khusus yang mendukung pembiayaan ekspor nasional, seharusnya menyalurkan dana kepada debitur yang kredibel dan memiliki prospek ekspor yang kuat. Namun dalam kasus ini, pembiayaan yang diberikan justru bermasalah sejak awal.
Setelah dana puluhan miliar rupiah dicairkan, tersangka HP tidak membayar kembali kewajibannya. Bahkan ketika diberikan tambahan waktu pelunasan, tunggakan itu tetap tidak dilunasi.
“Dana yang diperoleh dari kredit tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi HP, bukan untuk mendukung kegiatan ekspor sebagaimana mestinya,” ujar dia.Alexander.
Skema Kongkalikong
Penyidik menyimpulkan, proses pencairan kredit tersebut tidak terjadi begitu saja. Tersangka HP diduga telah bersekongkol dengan sejumlah pejabat LPEI, termasuk DS, JAS, dan DSD, untuk meloloskan permohonan kredit.
“DS dan JAS berperan mengusulkan pembiayaan kepada PT KHP, sementara DSD menyetujui permohonan kredit dengan mengabaikan fakta bahwa dokumen dan kelayakannya tidak terpenuhi,” jelas Lukas.
Ketiganya diduga mengetahui kelemahan dari pengajuan tersebut, namun tetap memuluskan pencairan dana sehingga negara mengalami kerugian dalam jumlah besar.
Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Kejaksaan memastikan proses hukum terhadap kasus ini akan dilakukan secara transparan dan profesional. Penyidikan masih terus berlangsung, termasuk pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka DS yang belum ditahan.***