SEMARANG, ZONAPASAR.COM – Pemberdayaan masyarakat tentang keamanan pangan menjadi hal penting karena budaya keamanan pangan dan kesadaran masyarakat Indonesia masih rendah.
Hal tersebut dikatakan Ketua Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Semarang, Dr Ir Nurrahman MSi dalam Kajian Teknologi Pertanian dengan tema “Peran serta Potensi SDM dalam Perkembangan Regulasi Pengawasan dan Keamanan Pangan” yang digelar Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (Himateta) Universitas Semarang (USM) secara hybrid di Gedung V lantai 6 USM pada 7 Juli 2023.
Kegiatan tersebut menghadirkan dua narasumber dari Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Semarang Dr Ir Nurrahman MSi dan Staf Balai BPOM Semarang, Purwaningdyah Reni Hapsari SFarm Apt. Kegiatan tersebut dihadiri Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian USM, Ika Fitriana STP MSc.
Nurrahman mengatakan, memperoleh makanan yang cukup, bergizi dan aman adalah hak setiap manusia, hal itu tercantum dalam UU No. 7 tahun 1996 dan No. 18 tahun 2012.
“Keamanan pangan adalah prasyarat, tidak ada ketahanan pangan tanpa keamanan pangan. Jika pangan aman, maka pangan akan mampu memenuhi kebutuhan gizi tubuh,” ujarnya.
Dia mengatakan, bahaya dalam keamanan pangan terdiri dari bahaya mikrobiologi yaitu ada virus, bakteri, protozoa, parasit, dan jamur. Bahaya kimia seperti toksin alami, BTP jumlah & legalitas, migrasi packaging, dan cemaran lingkungan (pestisida, antibiotik, logam berat).
“Adapun bahaya fisik yaitu gelas, batu, serangga, plastik, kayu, logam, tulang, dan barang personal. Sebab-sebab makanan dapat menyebabkan penyakit yaitu residu bahan kimia, penggunaan bahan kimia, logam berat, kontaminasi mikrobiologis, dan pengolahan tidak tepat,” katanya.
Menurutnya, ada beberapa tantangan dan akar masalah keamanan pangan di Indonesia yaitu kebersihan dan sanitasi yang buruk, kebersihan mencuci pangan segar dan peralatan yang buruk, ketersediaan air minum yang aman dan keterbatasan infrastruktur.
“Konsumen Indonesia harus bisa melindungi diri agar tetap higienis dan tersanitasi dengan baik. jika keamanan pangan menjadi kebutuhan masyarakat maka kontrol sosial keamanan pangan menjadi lebih kuat,” tandasnya.
Sementara itu, Staf Balai BPOM Semarang, Purwaningdyah Reni Hapsari mengatakan, regulasi terkait pengawasan keamanan pangan IRTP ada di UU No. 18 tahun 2012 tentang pangan, UU No.23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah (urusan kesehatan), PP No. 86 tahun 2019 tentang keamanan pangan.
“Pendaftaran pangan olahan registrasi terdiri atas pangan olahan pangan segar, MD/ML, SPP-IRT, dan laik sehat. Izin edar pangan olahan berdasarkan SPP-IRT di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang jenis pangan PIRT, BPOM RI MD/ML tentang pangan yang diproduksi di dalam negeri, pangan fortifikasi, pangan Wajib SNI, Bahan Tambahan Pangan (BTP), yang tidak wajib didaftarkan seperti, masa simpan kurang dari 7 hari, diimpor dalam jumlah kecil, pangan siap saji, dan sebagainya,” jelasnya.
Menurutnya, pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan atau mengalami perlakuan minimal, dapat dikonsumsi langsung, dan dapat menjadi bahan baku pangan olahan. Sedangkan, pangan olahan merupakan makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
“Ada pedoman dalam mengolah pangan olahan disebut Cara Produksi Pengolahan yang Baik (CPPOB). CPPOB adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi. Tujuannya untuk menghasilkan pangan yang layak, bermutu, aman dikonsumsi,” tuturnya.
Dia mengatakan, pangan olahan yang wajib terdaftar di Badan POM adalah jenis pangan seperti pangan olahan dalam kemasan eceran, pangan fortifikasi, pangan wajib SNI, pangan program pemerintah, pangan yang ditujukan untuk uji pasar, dan Bahan Tambahan Pangan (BTP).
“Jika tidak terdaftar akan mendapat sanksi administratif berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan, produksi pangan, dan peredaran pangan, penarikan pangan dari peredaran pangan oleh produsen, ganti rugi, dan pencabutan izin,” pungkasnya.
Ketua Himateta USM, Fadly Muhammad Irhab Ra’uf mengatakan, kegiatan ini dilakukan untuk memperingati Hari Keamanan Pangan pada 7 Juni 2023. Selain itu, katanya, kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai kualitas pangan, mendukung terwujudnya tujuan pembangunan berkelanjutan tentang pangan dan kemitraan dan untuk mengetahui batas takaran dalam penambahan bahan tambahan pangan dalam skala usaha mikro dan menengah
“Diperlukan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi,” tambahnya. (***)