Semua Pasar Tradisional di Semarang Terapkan Retribusi Elektronik pada 2020
SEMARANG – Dinas Perdagangan Kota Semarang menargetkan semua pasar tradisional yang ada di Kota Semarang akan menggunakan sistem elektronik retribusi (e-retribusi) pada 2020 mendatang.
Program ini merupakan inovasi yang dilakukan Dinas Perdagangan untuk memudahkan pedagang dalam membayar retribusi, juga agar penarikan retribusi pasar bisa lebih transparan.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang, Fravarta Sadman mengatakan, sistem e-retribusi telah berjalan di Kota Semarang. Namun, belum seluruh pasar tradisional menerapkan sistem ini.
Dari 52 pasar tradisional yang dimiliki Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, lima diantaranya telah menerapkan sistem e-retribusi. Lima pasar itu yaitu Pasar Pedurungan, Pasar Sampangan, Pasar Jatingaleh, Pasar Rasamala, dan Pasar Bangetayu.
Melalui sistem e-retribusi, para pedagang di pasar tradisional hanya berbekal kartu seperti kartu ATM. Mereka mengisi saldo terlebih dahulu. Kemudian, mereka tinggal melakukan tapping kartu tersebut pada alat yang disediakan oleh juru pungut.
“Program ini sudah berjalan satu tahun. Sementara ini baru lima pasar. Tahun depan kami akan perluas lagi sistem ini. Target kami, semua pasar dapat menerapkan e-retribusi pada 2020. Mudah-mudahan bisa terealisasi,” kata Fravarta, Sabtu (10/8/19).
Sebenarnya, pihaknya ingin segera merealisasikan e-retribusi di seluruh pasar. Hanya saja, masih terkendala alat tapping. Dari lima pasar yang saat ini telah menerapakan e-retribusi, dua pasar menggunakan alat tapping bantuan dari Bank Jateng sebagai mitra kerjasama. Sisanya, alat tapping dianggarkan oleh Dinas Perdagangan.
Pihaknya berencana akan kembali menganggarkan alat tapping agar seluruh pasar dapat menerapkan sistem e-retribusi pada 2020.
Dikatakannya, sebelum menerapkan sistem ini, penarikan retribusi pasar masih menggunakan karcis. Beberaa kendala pun kadang dijumpai para juru pungut, semisal susah memberikan uang kembalian. Pasalnya, tarif lapak senilai Rp 600 rupiah per meter per hari. Adapun retribusi yang dibayarkan sesuai luasan lapak dikalikan tarif.
“Kalau menggunakan e-retribusi pembayaran kan lebih gampang. Pedagang tidak membayar ke juru pungut. Juru pungut hanya membawa alatnya saja, pedagang tapping kartu, saldonya berkurang, langsung masuk ke sistem kami,” jelasnya.
Dari lima pasar yang telah menggunakan sistem ini, lanjut Fravarta, hasil pendapatan retribusi pasar cukup meningkat. Dia yakin, jika seluruh pasar telah menerapakan sistem e-retribusi, pendapatan retribusi pasar akan lebih optimal.
“Hasilnya, sudah terbukti pendapatan meningkat. Mau tidak mau e-retribusi harus dipakai. Apalagai, saat ini perkembangan zaman dituntut menggunakan teknologi,” ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kota Semarang, Danur Rispriyanto mendorong Dinas Perdagangan menerapkan sistem e-retribusi. Paling tidak hal ini sebagai terobosan mengejar target retribusi pasar. Selama ini, Dinas Perdagangan memang masih terkendala adanya pasar yang direvitalisasi dan pasar yang sedamg dalam peralihan. Pada akhirnya, Dinas membebaskan retribusi pada beberapa pasar tersebut.
“Kendalanya lagi, dilapangan kiosnya hanya buka separo. Makanya, kedepan kami dorong menggunakan e-retribusi,” tuturnya.
Menurut Danur, setiap lapak harus punya kartu e-retribusi. Dia mencontohkan, jika seorang pedagang memiliki 10 lapak, maka pedagang tersebut harus memiliki 10 kartu meskipun lapak tidak semua lapak buka.
“Kemarin-kemarin juru pungut kan kesulitan kalau lapaknya tutup tidak bisa menarik retribusi. Dengan e-retribusi, mau buka mau tidak buka, pedagang harus bayar retribusi,” tegasnya.
Disamping mendorong sistem e-retribusi diterapkan, Danur juga meminta pelayanan pasar ditingkatkan, semisal kenyamanan dan kebersihan diutamakan. Jika pelayanan pasar ditingkatkan, para pedagang pasti akan lebih antusias membayar retribusi.
“Kalo pasarnya resik pasti kan nyaman. Resik pasare nambah rezekine,” tandasnya. (ZP/06)