Dukung Perlindungan Anak, Kejati Jateng Hadiri Peresmian Gedung Baru Rumah Anak Surga Semarang

0

SEMARANG – Mereka masih balita, belum mengerti dunia. Tapi air mata mereka menyimpan kisah yang tak semua orang dewasa mampu menanggungnya. Di balik senyum dan pelukan hangat mereka, terpatri cerita kehilangan, keterlantaran, dan kerentanan hidup sejak hari pertama dilahirkan.

Di sinilah mereka tinggal Rumah Anak Surga sebuah tempat yang menjadi lebih dari sekadar panti asuhan. Ia menjadi rumah, pelindung, dan pengasuh hati yang rapuh.

Di sudut Jalan Gangin, Kelurahan Bangetayu Wetan, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, berdiri sebuah Gedung yang kini menaungi sekitar 20 anak, mayoritas balita.

Sejak didirikan pada Juli 2023, Rumah Anak Surga (RAnS) tumbuh dari kepedulian spontan menjadi gerakan kemanusiaan yang terstruktur dan berizin resmi. Semua bermula dari satu kisah: seorang ustazah yang dimintai tolong menjaga seorang bayi oleh ibunya yang tak sanggup merawat.

Viral di media sosial, bantuan darurat itu bertransformasi menjadi tanggung jawab yang tak main-main. Satu bayi menjadi dua. Dua menjadi lima.

Dan kini, dua puluh balita dengan ragam latar belakang berada di bawah pengasuhan 14 tenaga profesional, mulai dari perawat hingga bidan.

Mereka bukan hanya dirawat secara fisik. Anak-anak ini juga dididik dengan kurikulum khusus: doa-doa harian, Asmaul Husna, bahasa Inggris, angka dan huruf. “Mengasuh dan mendidik”, menjadi tagline sekaligus filosofi dasar Rumah Anak Surga. Bahwa setiap anak, seberapa pun rumit asal-usulnya, berhak atas cinta, pendidikan, dan masa depan yang utuh.

Tangis Tak Sama, Cerita Tak Sederhana

Tangisan mereka berbeda. Ada bayi bernama Dilfa, dititipkan saat usianya baru dua hari karena sang ibu tak mampu secara ekonomi, dan sang ayah telah pergi sejak kehamilan 6 bulan. Ada pula Fairel, lahir dari kehamilan tak diinginkan oleh pasangan mahasiswa yang belum siap menjadi orangtua.

Sebagian anak berasal dari kasus kekerasan seksual, perceraian karena KDRT, hingga ibu dengan gangguan kejiwaan. Bukan hanya dari Semarang, banyak anak datang dari luar Jawa Tengah, bahkan hingga Jawa Barat.

“Beberapa memang dititipkan dengan batas waktu tertentu, maksimal lima tahun. Tapi ada juga yang diserahkan penuh kepada kami,” ujar Melissa, salah satu pengasuh Rumah Anak Surga.

Ketika Hukum Menyapa Nurani

Dalam momen peresmian gedung baru Rumah Anak Surga, kehadiran unsur institusi negara membawa makna tersendiri. Bukan sekadar formalitas, tapi wujud bahwa negara hadir bagi anak-anak yang terpinggirkan.

Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Freddy D. Simanjuntak, mewakili Kepala Kejati Jateng, Dr. Hendro Dewanto, menyampaikan apresiasi mendalam atas inisiatif Rumah Anak Surga.

“Negara tidak boleh alpa dalam urusan kemanusiaan. Anak-anak ini adalah generasi masa depan yang harus kita lindungi, apapun latar belakangnya. Rumah Anak Surga telah menunjukkan praktik nyata perlindungan anak di tengah masyarakat,” tegas Freddy.

Menurutnya, kehadiran lembaga seperti RAnS patut didukung sebagai bagian dari pencegahan kekerasan dan penelantaran anak sejak dini.

Uniknya, anak-anak yang diasuh di Rumah Anak Surga tidak dibuka untuk proses adopsi.

“Kami takut ada masalah setelah diadopsi. Mereka boleh kembali hanya jika orangtuanya sendiri datang, dengan disaksikan pihak berwenang,” terang Bambang Eko, Ketua Yayasan.

Bambang menegaskan tidak ada donasi terbuka. Semua dikelola internal, agar tetap fokus pada esensi Utama yakni, bukan memperbesar panti, tapi memperkecil jumlah anak yang ditelantarkan.

“Semoga ke depan makin sedikit orangtua yang tidak bertanggung jawab. Kami hanya sedikit membantu tugas negara,” ujarnya lirih namun tegas.

Saat mengunjungi tempat ini, para balita menyambut dengan pelukan erat. Ada yang langsung minta digendong, seolah berkata: “Jangan pergi.” Mungkin, dalam benak mereka, siapa pun yang datang adalah harapan. Sosok orangtua yang dinanti.

Di dinding rumah ini, terpampang foto-foto kecil dengan catatan tangan, siapa nama mereka, kapan mereka tiba, dan alasan mengapa mereka kini di sini. Satu per satu cerita itu tertulis dalam diam. Tapi satu hal pasti mereka kini tidak sendiri.***

Tinggalkan pesanan

email kami rahasiakan

Verified by MonsterInsights