Enaknya Kue Putu Bumbung, Kuliner Tradisional yang Masih Eksis Hingga Kini
SEMARANG – Kota Semarang mempunyai beraneka macam kuliner yang memiliki citarasa yang memanjakan lidah. Beberapa yang sudah melekat sebagai jajanan khas Semarang seperti Wingko Babat, Lumpia, Kue Ganjel rel.
Namun tak hanya berhenti sampai disitu saja. Kota Semarang juga memiliki beberapa jajanan tradisional yang hingga saat ini masih eksis walaupun sedikit sulit untuk menemukannya. Salah satunya adalah kue Putu Bumbung.
Kue Putu merupakan jajanan yang terbuat dari tepung beras yang ditanak dengan isi gula merah di dalamnya. Kue putu ini dikukus dalam wadah bumbung bambu sepanjang 10 cm. Setelah matang kemudian ditaburi parutan kelapa sebagai toppingnya.
Pak Paijo, adalah salah satu pedagang kue Putu Bumbung yang masih eksis menjajakan makanan tradisional ini. Selama puluhan tahun, Dirinya mengaku menjajakan kue Putu dengan hanya gerobak pikulan berkeliling daerah Kelud, dan Kaligarang.
“Saya sudah empat puluh tahun berjualan kue Putu Bumbung mas,” katanya, Sabtu (21/9/19).
Saat ditanya kapan mulai berjualan kue Putu, Pria asli Wonogiri ini pun mengaku sudah berjualan Putu sejak tahun 1979.
“Tapi saya lupa kapan pertama kali masuk ke Semarang. Di Semarang saya tinggal di Gisik Sari,” ucapnya.
Dikatakan, kue Putu ini sudah jarang sekali yang menjualnya. Hal tersebut dikarenakan saat ini sudah banyak aneka macam jajanan. Dahulu, dirinya pun kerap berjumpa dengan sesama penjual Putu saat menjajakan jajanannya.
“Kalau sekarang sudah jarang mas. Sekarang sudah banyak jajanan. Tapi nggak tau bebas bahan pengawet atau nggak. Kalau Putu ini kan jelas nggak ada pengawetnya,” katanya.
Seribu rupiah, harga satu kue Putu, menurut Paijo termasuk murah. Dimana pembeli bisa merasakan kue Putu yang memiliki resep tak berubah selama 40 tahun tersebut.
“Kalau awal jualan dulu harganya Rp 5. Kalau orang dulu menyebutnya ‘Mangpi’. Setelah itu naik jadi Rp 250, terus naik-naik lagi, sekarang jadi Rp 1000,” ucapnya.
Dalam sehari Paijo mengaku bisa menghabiskan ratusan Putu Bumbung.
“Kalau sehari adonan bisa habis berarti kira-kira 200an kue Putu. Tapi ya tidak pasti mas. Namanya saja dagang,” pungkasnya. (ZP/07)