POJOKSEMARANG.COM – Elemen masyarakat terutama umat beragama dihimbau untuk bisa saling menjaga dan menghormati setiap perbedaan dalam menghadapi Perayaan Hari Natal 2024 dan Tahun Baru 2025.
Toleransi dan menghargai perbedaan perlu dikedepankan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Hal itu agar momentum Hari Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 berjalan dengan aman dan damai.
Himbauan itu disampaikan Kasubdit Bintibsos Ditbinmas Polda Jateng AKBP Hasim Setiawan dalam Focus Grup Discussion dan Doa Bersama Lintas Agama Menjelang Hari raya Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 di Hotel Neo Semarang, pada Selasa 17 Desember 2024.
“Kami menghimbau kepada FKUB Jateng dan kabupaten/kota untuk bersinergi dengan pemerintah dalam rangka menciptakan kerukunan umat beragama menjelang Natal dan Tahun Baru,” katanya.
“Melalui forum doa lintas agama ini diharapakan ikut serta ciptakan kamtibmas yang kondusif dalam rangka perayaan Hari Natal 2024 dan Tahun Baru 2025,” lanjutnya.
Dalam kegiatan ini, sejumlah elemen keagamaan yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FUKB) di Jawa Tengah berkomitmen menjaga kondusifitas dalam menghadapi perayaan Hari Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru). Toleransi akan dikedepankan dalam mendukung terciptanya kamtibmas yang aman dan damai.
Prof Dr. Imam Yahya, M.Ag selaku Ketua FKUB Jawa Tengah mengatakan, FKUB merupakan rumah besar bagi agama agama di Indonesia, sehingga apapun konflik yang muncul diselesaikan diantara tokoh-tokoh agama.
“FKUB di Jateng prisipnya kita harus bisa toleran dengan siapa saja. Toleran dengan orang intoleran memang yang agak susah. Bukan berarti kita tidak toleran dengan mereka, dibutuhkan pemahaman yang lebih dan hati yang besar,” kata Prof Imam Yahya.
Menurutnya, dibutuhkan pemahaman dan hati yang besar untuk bisa toleran dengan intoleran. FKUB memang lebih banyak mengedepankan persuatif dalam menghadapi konflik antar umat beraga. “Saya mengajak mulai dari diri kita, sekecil apapun menyemai kerukunan, tugas kita menyampaikan atau dakwah kepada siapa saja,” tuturnya.
Ia mencontohkan persoalan sebagian umat Muslim yang ikut melakukan penjagaan terhada rumah ibadah umat lain pada perayaan Hari Natal. “Penjagaan rumah ibadah, teman muslim rela hati ikut menjaga ibadah Natal, tidak apa-apa, itu bagian dari muamalah. Bukan persoalan tauhid, kalau soal tauhit itu tidak boleh, kalau soal muamalah boleh, jadi itu untuk saling menguatkan, persaudaraan antar umat,” terangnya.
Prof. Dr. H. Musahadi, M.Ag perwakilan MUI Jateng mengatakan, selalu ada perbedaan dalam memahami persoalan agama. Namun yang terpenting bagaimana bisa saling memahami dan saling menghormati diantara umat beragana.
Kalau menyatukan pendapat itu sulit, bagaimana pun juga ulama memahami agama berbeda- beda. Menerima pendapat pihak lain yang berbeda dengan kita, ini yang terbaik. Kalau bisa adalah bisa saling bersinergi untuk kehidupan lebih damai dan nyaman,” katanya.
“Forum seperti ini sangat mendasar dalam konteks membangun kesadaran baru atau perspektif baru Ini penting bagi tokoh agama akan menstranferkan kesadaran baru ke umat atau jamaahnya. Jadi insyaallah pertemuan seperti ini sangat bermanfaat,” tandasnya.
Ditambahkan, dalam menghadapi perbedaan perlu dipahami dari perspektif cultural pluralisme agar tercipta kehidupan beragama yang damai diantara umat beragama. (***)