Sejarah Panjang Masjid Layur Semarang Berarsitektur Arab
SATU lagi masjid tua di Kota Semarang yang sangat bersejarah, sekaligus cagar budaya yakni Masjid Layur. Masjid ini didirikan sekitar tahun 1802 oleh saudagar asal Yaman.
Ketika memasuki masjid ini, arsitektur yang kental akan perpaduan gaya etnis Jawa, Melayu dan Arab sangat terasa menghiasai setiap sudut mulai dari pintu, jendela, tempat imam hingga menara masjid.
Masjid Layur yang berada di Jalan Layur, Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara ini, juga biasa dikenal warga dengan Masjid Menara Kampung Melayu, karena terdapat menara yang menjulang tinggi di depannya.
Takmir Masjid Layur, Ali Maksum mengatakan, dulunya masjid ini banyak dijadikan tempat beribadah serta menyiarkan agama Islam kepada warga sekitar. Selain itu masjid ini juga jadi tempat persinggahan utama para pedagang Arab yang ingin beristirahat.
Dikatakan, saat ini keberadaan keturanan orang-orang Arab, telah berpindah karena lokasi sekitar masjid yang sering dilanda banjir rob.
“Dulu banyak orang-orang Arab asli di sini, tapi karena sering rob mereka pindah. Dan biasanya kalau setiap Idul Fitri dan Idul Adha mereka akan ke sini, untuk beribadah karena ingat mereka yang mendirikan masjid ini,” kata Ali Maksum, Kamis (24/5).
Dijelaskan, dulunya masjid ini juga memiliki dua lantai, namun karena banjir rob itulah terpaksa diubah menjadi satu lantai saja.
Sedangkan tidak hanya dari sisi bangunan yang dipertahankan, kebiasaan yang terus dilestarikan adalah waktu shalat tarawih yang baru dimulai pada pukul 20:00 WIB.
Kata dia, sejak dulu pelaksanaan shalat tarawih di masjid ini memang berbeba dari masjid sekitarnya dan terus dijaga hingga sekarang.
“Biasanya saya tetap adzan saat waktu Isya tiba. Tapi setelah itu berhenti diisi dengan tadarus atau berdizkir. Baru dilanjut pukul 20:00 WIB untuk Tarawih sampai sekitar 21:45 WIB,” ujarnya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, bagi perempuan juga tidak diperkenankan shalat di dalam masjid. Hal itu melihat karena dulunya perempuan dilarang ke masjid ketika sedang haid, sehingga sampai sekarang terus dijaga.
“Sampai sekarang enggak boleh shalat di dalam masjid khusus perempuan. Namun kini sudah kita buatkan bangunan sendiri bagi jamaah perempuan yang akan beribadah shalat,” ucapnya.
Ia menambahkan, saat memasuki bulan Ramadhan tiba di masjid ini juga memiliki tradisi meminup Kopi Arab. Kebiasaan ini teah dimulai sejak lama dan terus dijaga.
Setiap waktu berbuka, takmir masjid akan menyediakan 40 cangkir Kopi Arab dan Kurma yang diberikan secara gratis, selain itu banyak pula makanan yang disumbangkan oleh masyarakat sekitar. (ZP/05)