Tidak Hanya Fisik, Persiapkan Juga Kondisi Psikologi saat Mudik
BULAN Ramadhan adalah Bulan yang spesial bagi umat Islam di seluruh dunia, selain menjadi Bulan yang penuh berkah juga terdapat momen-momen spesial di setiap Bulan Ramadhan. Indonesia dengan mayoritas penduduk Muslim dan beragam budayanya, budaya spesial Bulan Ramadhan yang hanya ada di Indonesia salah satunya adalah Mudik. Berkumpul bersama keluarga pada saat Hari Raya Idul Fitri dan saling bermaaf-maafan selalu menjadi momen yang ditunggu-tunggu tidak hanya umat Muslim yang ada di Indonesia tapi juga seluruh masyarakat Indonesia.
Seperti tahun-tahun sebelumnya menjelang Hari Raya Idul Fitri 1440 Hiriyah masyarakat di Indonesia yang merantau biasanya akan pulang ke kampung halaman sekitar seminggu sebelum Hari Raya tiba, tidak hanya menggunakan sarana transportasi umum para pemudik juga banyak yang menggunakan transportasi pribadi roda empat bahkan roda dua. Untuk menempuh perjalanan jauh biasanya para pemudik telah mempersiapkan keperluan mudik dari jauh hari, selain mempersiapkan dari segi materi, alat transportasi, dan kondisi fisik yang sehat ada baiknya para pemudik juga memperhatikan kondisi kesehatan psikis.
Masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang paham akan pentingnya kesehatan psikologis. Selain kondisi fisik yang tidak fit, lelah dan mengantuk, kondisi emosi yang tidak stabil saat perjalanan jauh juga dapat mengakibatkan kecelakaan. Dalam Teori Psikologi Sosial terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku dan emosi manusia seperti :
Temperatur, hubungan antara temperatur lingkungan dengan fungsi fisik dan psikis manusia sangat kompleks. Suhu yang tidak nyaman atau terlalu panas akan mempengaruhi manusia baik secara fisik maupun psikis, seperti suhu tubuh manusia akan naik, kerja pembuluh darah akan meningkat, aliran darah yang deras dan tubuh menjadi berkeringat, penguapan keringat dingin di muka kulit dan darah mengalir ke permukaan sehingga kulit menjadi kemerah-merahan.
Demikian halnya pengaruh suhu tinggi terhadap psikis, dari penelitian yang telah dilakukan ternyata ada korelasi positif antara temperatur yang tinggi dengan agresifitas. Sehingga temperatur yang tinggi mempengaruhi kerusuhan di jalan, hal ini juga menjawab kenapa kerusuhan banyak terjadi di siang hari.
Polusi udara, menurut Veitch & Arkkelin mempunyai banyak sumber seperti Carbon Dioksida (CO2), Carbon Monoksida (CO), Sulfur dan Nitrogen Oksides (SO2 & NO2) dan Asap Rokok. Secara umum apapun penyebab polusi, kecenderungannya akan berimbas pada peningkatan temperatur udara. Secara psikologis temperatur tersebut akan berpengaruh negatif, jika berasa di atas ambang kenyamanan yang bisa diterima oleh tubuh manusia.
Kebisingan, merupakan salah satu sumber stress yang berasal dari suara yang tidak diinginkan seperti suara kendaraan. Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa kebisingan juga berpengaruh negatif terhadap perilaku pribadi menyebabkan kejengkelan, mengurangi daya konsentrasi seseorang, selain itu kebisingan dapat memicu perilaku agresif bagi mereka yang mempunyai karakter agresif. Reaksi fisik terhadap kebisingan menurut Rosen adalah pembuluh darah berkerut, pupil mata membesar, berkedip, menahan nafas (membuat nafas sesak), ketegangan otot syaraf gelisah, mudah marah dan cemas.
Kepadatan (Crowding), mempunyai pengaruh terhadap kesehatan dan fisik seperti meningkatnya tekanan darah. Pengaruhnya terhadap psikis juga banyak misalnya berkurangnya kemampuan menyerap informasi, menurunkan kemampuan kerja jika orang tersebt dalam keadaan kerja dan mengganggu istirahat jika orang tersebut sedang beristirahat. Crowding secara psikis mengurangi daya tarik terhadap orang lain selain itu juga akan mengurangi kontrol individu dalam interaksi dengan orang lain.
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, kondisi arus mudik yang macet dan panas serta banyak polusi dan suara bising dapat berpengaruh negatif dan meningkatkan perilaku agresifitas para pemudik. Apabila kondisi fisik dan psikis tidak dipersiapkan secara matang akan sangat rawan terjadi kecelakaan.
Pradewi Wulandari,
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Semarang.