OJK Minta Profesi Penunjang Aktif Cegah Manipulasi dan Fraud di Sektor Keuangan

0

SEMARANG — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong penguatan tata kelola, manajemen risiko, serta peran profesi penunjang di sektor jasa keuangan untuk mewujudkan industri yang berintegritas, sehat, dan berkelanjutan. Pesan itu mengemuka dalam Forum GRC (Governance, Risk, and Compliance) yang digelar oleh OJK Jawa Tengah, Rabu (29/10/2025).

Forum yang mengusung tema “Penguatan Implementasi GRC Sektor Jasa Keuangan: Peran Profesi Penunjang” ini bertujuan meningkatkan tata kelola pelaku industri jasa keuangan (LJK) agar kinerjanya berkelanjutan dan mampu menghadapi tantangan global.

Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah dan DIY, Hidayat Prabowo, dalam laporannya memaparkan bahwa perekonomian di kedua wilayah tersebut tetap tangguh di tengah dinamika ekonomi global.

“Secara umum, Provinsi Jawa Tengah dan DIY cukup resilien menghadapi tantangan saat ini maupun ke depan. Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 masing-masing mencapai 5,28 persen di Jawa Tengah dan 5,49 persen di DIY, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional sebesar 5,12 persen,” jelasnya.

Menurut Hidayat, pertumbuhan tersebut didorong sektor industri pengolahan, informasi dan komunikasi, serta konstruksi yang ditopang oleh infrastruktur dan ketersediaan tenaga kerja. “Khusus di Jawa Tengah, kawasan ekonomi khusus (KEK) Kendal dan Batang menjadi motor pertumbuhan dengan laju di atas 7 persen,” tambahnya.

Ia juga melaporkan bahwa industri perbankan di Jawa Tengah dan DIY menunjukkan kinerja positif hingga Agustus 2025, dengan pertumbuhan aset, kredit, dan dana pihak ketiga (DPK) yang solid. Pasar modal pun menunjukkan tren peningkatan melalui pertumbuhan jumlah investor dan nilai penjualan reksa dana.

“Namun demikian, rasio kredit bermasalah (NPL) tetap menjadi perhatian utama kami,” tegasnya.

Lebih lanjut, Hidayat menekankan pentingnya penerapan tata kelola dan manajemen risiko yang efektif di setiap lembaga jasa keuangan. Ia mengingatkan masih ditemukannya praktik bisnis yang tidak sehat akibat lemahnya pengendalian internal.

“Dalam menjaga stabilitas sektor jasa keuangan, kami menggunakan Three Lines Model. Pilar pertama adalah industri keuangan, pilar kedua profesi penunjang seperti akuntan publik, penilai, dan notaris, serta pilar ketiga adalah OJK sebagai pengawas,” paparnya.

Dengan sinergi tiga pilar tersebut, lanjutnya, sektor jasa keuangan diharapkan tumbuh kuat, stabil, dan berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

Sementara itu, Ketua Dewan Audit OJK sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK, Sophia Isabella Wattimena, dalam pemaparannya menyoroti pentingnya kolaborasi antar-lembaga dan profesi penunjang dalam memperkuat ekosistem tata kelola sektor jasa keuangan.

“OJK tidak bisa bekerja sendiri. Kami harus berkolaborasi dengan industri dan profesi penunjang agar ekosistem GRC semakin kuat,” ujarnya.

Sophia menjelaskan, berdasarkan publikasi Institute of Internal Auditors (IIA) tahun 2024 dan 2025, terdapat lima risiko utama yang akan dihadapi sektor jasa keuangan secara global hingga 2027, yakni cyber security, digital disruption (termasuk pemanfaatan AI), human capital, climate change, dan regulatory change.

“Risiko-risiko ini bukan hal baru, tapi dampaknya semakin nyata. Terutama terkait cyber security, disrupsi digital, dan praktik fraud,” ungkapnya.

Sophia juga menyoroti meningkatnya kasus financial statement fraud atau manipulasi laporan keuangan yang dapat merugikan industri dan merusak kepercayaan publik.

“Kasusnya mungkin tidak banyak, tetapi nilai kerugiannya sangat besar, rata-rata bisa mencapai enam juta dolar AS per kasus,” ujarnya.

Menurutnya, fenomena seperti window dressing dan financial engineering harus menjadi perhatian semua pihak. Ia menegaskan pentingnya transparansi dan keandalan laporan keuangan baik oleh pelaku usaha maupun auditor.

“Underlying bisnis harus benar, jangan ada laporan keuangan abal-abal. Ini tanggung jawab bersama antara industri, profesi penunjang, dan regulator,” tegas Sophia.

Dalam kesempatan itu, Sophia juga mengingatkan perlunya penerapan Three Lines Model tidak hanya di industri, tetapi juga di lembaga profesi penunjang. “Setiap pilar harus menjalankan perannya dengan efektif. Fungsi manajemen risiko, pengendalian kualitas, hingga audit internal perlu diperkuat,” jelasnya.

Ia menutup dengan pesan bahwa tata kelola yang kuat dan peran aktif profesi penunjang merupakan fondasi penting bagi sektor jasa keuangan yang sehat dan dipercaya publik.

“Dengan ekosistem GRC yang solid, kita berharap industri jasa keuangan Indonesia dapat tumbuh berkelanjutan dan tangguh menghadapi tantangan global,” pungkasnya.***

Tinggalkan pesanan

email kami rahasiakan

Verified by MonsterInsights