Apresiasi Keberanian Polisi, BRI Dukung Pembuatan Film 22 Menit
SEMARANG- Bank BRI mengapresiasi penuh keberanian para polisi dalam menanggulangi aksi teror yang terjadi pada Januari 2016 silam di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat. Keberanian aparat keamanan dengan bahu membahu bersama warga masyarakat ini mendorong sutradara Eugene Panji dan Myrna Paramita dari Buttonijo Films dengan berkerjasama dengan Bank BRI mengangkat kisah keberanian tersebut dalam film singkat yang berjudul 22 Menit.
Guna menyemarakkan pemutaran film tersebut, Kantor Wilayah BRI Semarang beserta Polda Jawa Tengah menyelenggarakan nonton bareng di Mall Paragon Semarang.
Hadir dalam acara tersebut Kapolda Jateng Irjen. Pol. Condro Kirono, Kasdam IV Diponegoro Brigjend. TNI Bakti Agus Fadjari, EVP BRI Semarang Fidri Arnaldy, VP HBL I KPBRI Irene Ratnaningsih serta jajaran pejabat dari Polda Jateng dengan Kantor Wilayah BRI Semarang.
Kegiatan nobar ini menunjukkan harmonisasi hubungan yang semakin erat yang selama ini telah terjalin dengan baik antara Polda dan TNI Jateng dengan BRI Kanwil Semarang.
“Kami turut senang dan bangga dapat menjadi bagian dari film ’22 Menit’ yang tidak hanya menghadirkan kualitas hiburan yang menjanjikan dan bertutur secara jujur, tetapi juga menunjukkan secara nyata kualitas teknologi dan pasukan yang dimiliki Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan bangsa ini,” kata Executive Vice President Bank BRI, Fidri Arnaldy, Kamis (19/7).
Film ini dibintangi oleh Ario Bayu yang berperan sebagai Ardi, anggota pasukan anti terorisme kepolisian yang mempertaruhkan nyawanya demi mengamankan ibukota dari ledakan bom tersebut. Berkat kesigapan tim dan juga bantuan dari seorang polisi lalu lintas bernama Firman (Ade Firman Hakim), pelaku serangan bom bisa diamankan dalam waktu 22 menit.
Peristiwa berakhir dengan singkat, tapi insiden mematikan tersebut mengubah hidup orang banyak untuk selamanya. Selain cerita tentang Ardi dan Firman, 22 Menit juga menghadirkan sudut pandang mereka yang ikut terjebak di dalam situasi mencekam.
Beberapa di antaranya adalah office boy bernama Anas (Ence Bagus), dua karyawati bernama Dessy (Ardina Rasti) dan Mitha (Hana Malasan), serta Shinta (Taskya Namya) yang merupakan kekasih Firman.
Eugene dan Myrna yang bekerjasama dengan penulis naskah Husein M. Atmojo & Gunawan Raharja memang berniat untuk mengangkat nilai-nilai kemanusiaan yang terkait dengan peristiwa tersebut. Meski inspirasinya diambil dari kisah nyata, Eugene menegaskan bahwa 22 Menit tidak dimaksudkan sebagai dokumentasi dari kejadian tersebut.
“Pembuatan film 22 menit merupakan wujud apresiasi BRI terhadap karya anak bangsa dan epiknya perjuangan polisi di dalam berjuang melawan teroris,” sambung Fidri Arnaldy.
Sementara itu, sutradara Eugene mengungkapkan, film ini sedikit didramatisir pada beberapa bagian dari peristiwa bom Thamrin untuk keperluan bercerita lewat medium film. “Kami berniat menyuguhkan sajian teknologi canggih ke layar lebar,” sahutnya.
Tim produksi 22 Menit menggarap film berdurasi 75 menit ini secara serius. Menurut Myrna yang telah melakukan penelitian di Kepolisian Republik Indonesia selama setahun sebelum produksi dimulai, pihak Buttonijo melakukan konsultasi secara rutin dengan aparat demi akurasi naskah dan adegan.
Sejumlah aktor yang terlibat adegan baku tembak diwajibkan untuk mengikuti boot camp agar bisa tampil meyakinkan. Bahkan, Buttonijo juga membangun maket kedai kopi dan pos polisi dalam ukuran nyata 1:1 untuk diledakkan secara sungguhan.
“Kami menggunakan CGI untuk banyak adegan action di ’22 Menit.’ Contohnya, adegan baku tembak antara polisi dan teroris. Lalu, karena ledakan kedai kopi dan pos polisinya beneran, kami juga harus pakai green screen untuk menggambarkan situasi Thamrin saat itu,” jelas Myrna.
Hiruk pikuk ibukota yang menjadi sorotan dalam film 22 Menit juga ikut tergambar melalui alunan lagu Jakarta yang dibawakan secara syahdu oleh Semenjana. Menurut Satrio Pinandito dari Semenjana, lagu yang diambil dari album mereka yang berjudul Kalimatera ini diciptakan sebagai wujud rasa sayang terhadap kota yang telah membesarkan mereka.
“Lagu ini kami tujukan untuk mereka yang seringkali merasa benci tapi rindu dan sayang kepada ibukota kita, Jakarta. Kami semua besar dan mengalami hidup di kota ini dan banyak peristiwa yang terjadi di dalamnya. Segala rasa manis, asam dan asin kami tuangkan ke dalam lirik dan alunan lagu yang damai ini,” jelas Satrio.
Lexy Mere selaku produser menyatakan harapannya agar film 22 Menit bisa menjadi pembelajaran untuk bangsa Indonesia agar senantiasa waspada dan bahu-membahu meredamkan jaringan terorisme di negeri tercinta.
“Kami berharap film ini bisa menjadi pembelajaran soal anti terorisme di Indonesia. Kita sebagai warga sipil juga bisa punya andil untuk membantu tugas mereka dengan cara waspada dan senantiasa berani melapor,” ungkapnya.
Usai gala premiere di Jakarta, film 22 Menit juga akan melakukan roadshow ke sejumlah kota di Indonesia, mulai dari Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, Karawang, Bandung, Cirebon, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Malang, Medan, Lampung, Palembang hingga Makassar. (ZP/05)