Sudah Saatnya Tinggalkan Bahan Bakar Beroktan Rendah 

Menggunakan BBM Beroktan Tinggi untuk memberikan udara yang bersih kepada masyarakat.

0
Masyarakat melakukan pengisian bahan bakar di SPBU Undip

SEMARANG – Negara-negara maju saat ini sudah berlomba-lomba untuk beralih dari penggunaan bahan bakar beroktan rendah (di bawah RON 90), termasuk Indonesia.

Di Indonesia, meski belum sepenuhnya meninggalkan bahan bakar beroktan rendah (EURO 2) , namun, penggunaannya saat ini terus mengalami penurunan. Di Jawa Tengah misalnya, market share bahan bakar beroktan rendah (Premium) dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.

Berdasarkan data dari Pertamina Marketing Operation Region (MOR) IV, market share premium pada tahun 2017 masih mencapai 21%, dan mengalami penurunan cukup drastis pada pada tahun 2018 menjadi 10%.

Hal ini berbanding terbalik dengan market share Perta series yang justru mengalami peningkatan setiap tahunya. Pertalite misalnya, pada tahun 2017 market sharenya sebesar 54,7% dan pada tahun 2018 melonjak menjadi 68,7 %.

Kenaikan market share pada BBM yang mulai diperkenalkan di Jateng pada Bulan Agustus 2015 lalu itu, karena kesadaran masyarakat yang makin tinggi terhadap penggunaan BBM berkualitas.

“Meningkatnya penggunaan bahan bakar beroktan diatas 90, juga dikarenakan kendaraan keluaran diatas tahun 2009/2010 spesifikasi mesin yang sudah harus menggunakan bahan bakar minimal dengan RON 90,” kata Unit Manager Communication & Relation Pertamina MOR IV, Andar Titi Lestari, Kamis (28/2).

Andar mengaku, kesadaran masyarakat terhadap penggunaan BBM berkualitas, karena memang dampaknya cukup dirasakan oleh masyarakat, khusnya dalam perawatan kendaraan. “Menurut pengakuan masyarakat dengan menggunakan BBM beroktan tinggi kendaraan jadi lebih halus, dan lebih irit BBM,” imbuhnya.

Technical Service Department Supervisor Astra Motor Jateng Achmad I Putro membenarkan, bahwa dengan menggunakan BBM beroktan tinggi memiliki dampak yang cukup besar terhadap kendaraaan.

“Perbedaan mendasar bahan bakar premium, Pertalite dan Pertamax adalah pada jumlah oktan. Oktan pada Pertalite 91, pertamax 92, dimana jika mesin menggunakan BBM beroktan tinggi, pembakaran mesin akan lebih sempurna dan tidak menimbulkan kerak pada mesin yang bisa mengganggu kinerja mesin,” jelasnya.

Dia menjelaskan, bahan bakar beroktan tinggi cocok digunakan dengan kendaraan yang menggunakan kompresi tinggi yang diatas seperti yang digunakan pada sepeda motor dan mobil keluaran terbaru.

Oleh karena itu, saat ini bengkel menyarankan masyarakat untuk menggunakan BBM beroktan tinggi, agar perawatan kendaraan lebih mudah dan mesin menjadi lebih awet.

Menurut salah satu pengguna Pertaseries Frizky Eka Satria  mengaku, meski kendaraanya keluaran tahun 2008 namun dirinya memilih menggunakan Pertalite ketimbang premium. Alasannya cukup sederhana, sejak berganti menggunakan Pertalite pada tahun 2016 lalu, kendaraanya menjadi tidak sering rewel.

Bahkan saat hendak mengisi BBM di SPBU, dan stok pertalite kosong, dirinya memilih menggunakan Pertamax ketimbang harus menggunakan Premium meski stok premium tersedia. “Saya tidak paham dengan mesin kendaraan, tapi sejak pakai Pertalite, kadang Pertamax, mesin jadi lebih halus dan tidak rewel-rewel lagi,” ucapnya.

Masyarakat sudah sepatutnya mulai beralih dari penggunaan bahan bakar beroktan rendah (EURO 2) ke bahan bakar beroktan tinggi atau mengikuti standar emisi EURO 4. Oktan lebih tinggi juga terbukti membuat performa mesin lebih baik dan efisien serta untuk memberikan udara yang bersih kepada masyarakat.

Pemerintah sendiri terus mendorong penggunaan BBM mengikuti standar emisi EURO 4 yang diperkuat dengan keluarnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen KLHK) Nomor 2 tahun 2017 tentang baku mutu emisi yang dimulai tahun ini secara bertahap hingga 2021. (ZP/04)

Tinggalkan pesanan

email kami rahasiakan

Verified by MonsterInsights