LP2K: Interkoneksi Transportasi Bandara Harus Utamakan Layanan Konsumen
SEMARANG- lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jawa Tengah mengingatkan agar interkoneksi transportasi yang akan dibangun di Bandara Ahmad Yani Semarang mengutamakan peningkatan pelayanan konsumen.
Kepala Bidang Litbang LP2K Jawa Tengah, Ismono mengatakan, hak layanan dan perlindungan konsumen telah diatur dalam UUD, sehingga harus dicermati secara tepat agar konsumen merasa nyaman dengan layanan yang ada.
“Perlindungan konsumen bisa dilakukan dengan adanya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen,” kata Ismono, dalam acara “Konektifitas Moda Angkutan Lanjutan di Bandara Ahmad Yani Semarang, yang digelar di Hotel Dafam, Jumat (11/5).
Dijelaskan, sinergitas yang bisa dilakukan pemerintah dengan memberikan kebijakan yang tepat dan bagi pelaku usaha bisa dengan itikad baik untuk membangun budaya peduli, jujur dan bertanggung jawab terhadap hak konsumen. Selain itu, bisa pula dengan memproduksi produk yang sesuai standar.
Sedangkan konsumen bisa bersikap kritis kepada pemerintah maupun pada produk pelaku usaha, jika memang ditemukan kekurangan.
“Konsumen bisa bersikap kritis terhadap produk, berani melakukan komplain tentang layanan yang tidak sesuai harapan, sehingga pemerintah bisa evaluasi dan berperan aktif dalam pelayanan program, karena pemerintah akan dapat masukan. Jika tidak ada masukan maka tak akan berkembang,” ujarnya.
Dikatakan, jika nantinya layanan konsumen baik maka mereka akan saling bercerita dan kedepan bisa meningkatkan kepercayaan konsumen atas suatu produk.
“Harapan konsumen itu mereka bisa dapat keamanan, keselamatan, kenyamanan, cepat dan tepat waktu, bebas memilih, ada kepastian tarif, dan mendapatkan informasi yang jelas,” ucapnya.
Ia melanjutkan, saat ini hal yang dikeluhkan di Bandara Ahmad Yani terkait adanya moda transportasi taksi yang masih dimonopoli oleh pihak tertentu dan salter BRT Trans Semarang, yang jauh sehingga penumpang terpaksa ke luar bandara terlebih dahulu.
“Armada taksi masih dimonopoli oleh salah satu operator dan konsumen pun tak ada pilihan memlilih armada. Sedangkan bagi calon penumpang BRT, konsumen harus ke luar dulu, ditambah jadwal tunggu masih lama, banyak penumpang belum tahu salter BRT, pembayaran tiket masih manual, dan tidak ada petugas di setiap halte,” pungkasnya. (ZP/05)