Seni Ukir Kelapa dari Ambarawa
UKIR KELAPA- Widi, tengah mengukir kelapa di lapaknya, Kawasan Wisata Bukit Cinta, Rawa Pening, Ambarawa.
NAMANYA Widi, warga Dusun Panjang Lor, RT 04 RW 02, Desa Panjang, Kec. Ambarawa, Kabupaten Semarang. Sejak 2 tahun terakhir, pria berusia 40 tahunan ini mulai menggeluti seni ukir kelapa.
Menyulap kelapa menjadi barang bernilai seni ini dipelajari Widi secara otodidak. Himpitan ekonomi yang dirasakannya saat menganggur selepas bekerja sebagai house keeping sebuah hotel di Jakarta menjadi latar belakangnya.
Demi menghidupi istri dan kelima anaknya, Widi yang memilih pulang kampung pun harus berpikir bagaimana caranya menghasilkan uang. Butiran kelapa yang banyak ditemui di sekitar rumahnya lantas menjadi salah satu inspirasinya.
“Saat itu saya menemukan kelapa jatuh di kebun rumah. Lalu saya pungut dan iseng saya ambil cutter dan coba saya ukir dengan bentuk kepala monyet,” katanya, saat ditemui www.zonapasar.com, di Kawasan Wisata Bukit Cinta, Rawa Pening, Ambarawa, beberapa waktu lalu.
Sekali, dua kali… Ia lakukan itu setiap menemukan kelapa yang jatuh, dengan bentuk ukiran yang berbeda-beda. Tak sampai di situ, Widi juga berinovasi menjadikan karyanya itu tak sekedar pajangan saja, melainkan bisa bermanfaat.
“Saya coba memasangkan sirkuit lampu dan instalasi kabel, menjadikannya sebagai lampu hias yang bisa digantungkan di sudut-sudut rumah,” akunya.
Setelah diyakini bisa menghasilkan uang, Widi pun menggelar karya seninya di akses masuk Kawasan Wisata Bukit Cinta Ambarawa. Tak disangka, respon pengunjung cukup bagus.
“Awalnya konsumen cuma melihat-lihat ukiran kelapa yang dipajang saja, tapi pada akhirnya tertarik untuk membelinya,” jelasnya.
Demi menarik pembeli, di lapaknya ia juga langsung mempraktekkan pembuatan ukiran kelapa. Maka, tak sedikit yang penasaran melihat cara Widi menyulap butiran kelapa itu menjadi karya seni yang menarik dan betmanfaat.
“Untuk membuat ukiran kelapa itu langkah pertamanya harus melihat bentuk mentah kelapa dulu. Lalu menentukan karakter yang akan dibuatnya menyesuaikan bentuk kelapa. Setelah diukir, kelapa itu kemudian dilumuri dengan lem, dibuang airnya, dan kemudian dipernis. Baru setelah itu diberi sirkuit untuk lampu hias,” terangnya.
Kini, seiring perjalanan waktu, karya ukir kelapa Widi banyak peminatnya. Bahkan, pesanan tak sekedar dari pembeli di lapak saja, tetapi juga dari luar kota.
“Pembeli dari luar kota seperti Bali itu juga ada. Mereka mengetahuinya dari kartu nama yang seringkali saya bagikan kepada pengunjung yang mampir di lapak,” ungkapnya.
Widi mengaku, saat ini rata-rata sudah bisa menjual 40 buah kerajinan. Adapun omzet yang dikantonginya bisa mencapai Rp800 ribu per minggu.
“Untuk satu karya kerajinan biasa dijual dengan harga mulai Rp75.000, tergantung bentuk dan tingkat kerumitannya,” ucapnya.
Dengan harga jual tersebut, Widi pun bisa mengantongi keuntungan 70%. Pasalnya, modal yang dikeluarkan kini hanya untuk membeli kelapa pilihan yang rata-rata dibelinya seharga Rp4.000 per butir, pernis, serta instalasi lampu dan kabel untuk jenis lampu hias.(ZP02)